BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perubahan tidak
dapat dielakkan dalam kehidupan manusia.
Perubahan mulai disadari menjadi
bagian yang penting dari suatu organisasi diawali sekitar 40 tahun yang lalu.
Dimulai oleh dunia usaha yang lebih dulu menyadari pentingnya perubahan bagi peningkatan kualitas produksi
yang dihasilkan. Berbagai upaya dan pendekatan telah dilakukan untuk memecahkan masalah yang timbul akibat adanya
perubahan.
Terjadi
perubahan besar - besaran di dunia bisnis dari sektor komputer sampai jasa
keuangan, dari sektor telekomunikasi sampai layanan kesehatan. Saat ini banyak
organisasi sepakat bahwa kehidupan berorganisasi semakin menjadi tidak pasti,
seiring dengan langkah perusahaan yang makin terpacu dan masa depan menjadi
makin sulit diprediksi. Namun demikian semua sepakat perubahan semakin cepat
terjadi. Dunia bisnis sedang dan akan terus mengalami perubahan yang makin
cepat, walau arah perubahan tidak mudah diprediksi. Walhasil para manager dan
pembuat keputusan perlu lebih memahami kemana angin perusahaan bertiup, karena
setiap waktu dapat menentukan hidup matinya perusahaan.
Perubahan mempunyai manfaat bagi kelangsungan
hidup suatu organisasi, tanpa adanya perubahan maka dapat dipastikan bahwa usia
organisasi tidak akan bertahan lama. Perubahan bertujuan agar organisasi tidak
menjadi statis melainkan tetap dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman,
kemajuan teknologi adalah peningkatan pola perubahan organisasi menuju
perkembangan yang berkualitas
B.
Rumusan Masalah
Melihat pentingnya fungsi manajemen perubahan, artinya
memahami dan menerapkan strategi yang diperlukan dalam menghadapi perubahan dan
perkembangan kehidupan baik dari sisi kultur, social maupun lingkungan sebagai
tempat sebuah organisasi hidup dan berinteraksi, maka dalam makalah ini,
diantaranya akan membahas mengenai:
1.
Definisi Perubahan dan
Manajemen Perubahan
2.
Mazhab-mazhab Dasar Teori
Perubahan,
3.
Tipologi Perubahan,
- Pendekatan manajemen perubahan untuk mencapai tujuan: Perubahan Terencana, Strategi Perubahan dan Organisasi Pembelajar,
5.
Mengelola Perubahan Besar,
6.
Membuat Program Perubahan,
7.
Kegagalan Perubahan,
8.
Dimensi Manusia dalam
Perubahan,
9.
Budaya Organisasi,
10. Kepemimpinan dalam Masa perubahan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Perubahan dan
Manajemen Perubahan
1.
Definisi Perubahan
Jeff Davidson menjelaskan bahwa perubahan merujuk pada sebuah terjadinya sesuatu
yang berbeda dengan sebelumnya. Perubahan bisa juga bermakna melakukan hal-hal
dengan cara baru, mengikuti jalur baru, mengadopsi teknologi baru, memasang
sistem baru, mengikuti prosedur-prosedur manajemen baru, penggabungan (merging),
melakukan reorganisasi, atau terjadinya peristiwa yang bersifat mengganggu (disruptive)
yang sangat signifikan. Rumusan perubahan yang diungkapkan oleh Davidson
tersebut, bahwa perubahan organisasi termasuk lembaga pendidikan tinggi bisa
terjadi di berbagai aspek kehidupan organisasi (Davidson,2005:3).
Michel
Beer (2000: 452) menyatakan berubah itu adalah memilih tindakan yang berbeda
dari sebelumnya, perbedaan itulah yang menghasilkan sustu perubahan. Jika pilihan
hasilnya sama dengan yang sebelumnya berarti akan memperkuat status quo yang
ada. Selanjutnya Winardi (2005: 2) menyatakan, bahwa perubahan organisasi
adalah tindakan beralihnya sesuatu organisasi dari kondisi yang berlaku kini menuju
ke kondisi masa yang akan dating menurut yang di inginkan guna meningkatkan efektivitasnya.
Sejalan dengan itu Anne Maria (1998: 209) berpendapat, bahwa perubahan organisasi
adalah suatu tindakan menyusun kembali komponen-komponen organisasi untuk meningkatkan
efisiensi dan efektifitas organisasi. Mengingat begitu pentingnya perubahan
dalam lingkungan yang bergerak cepat sudah saatnya organisasi tidak menunda
perubahan, penundaan berarti akan menghadapkan organisasi pada proses
kemunduran.
Potts
dan LaMarsh melihat bahwa perubahan merupakan
pergeseran dari keadaan sekarang suatu organisasi menuju keadaan yang
diinginkan di masa depan. Perubahan dari keadaan sekarang tersebut dilihat dari
sudut struktur, proses, orang dan budaya. Perubahan lembaga menurut Potts dan
LaMarsh dibatasi pada aspek struktur organisasi, proses, orang dan budaya
organisasi (Potts, 2004:36).
Menurut
Hussey, faktor pendorong terjadinya perubahan
adalah perubahan teknologi yang terus meningkat, persaingan semakin intensif
dan menjadi lebih global, pelanggan semakin banyak tuntutan, profil demografis
negara berubah, privatisasi bisnis milik masyarakat berlanjut dan stakeholders
minta lebih banyak nilai (Hussey, 2000:6).
2.
Definisi Manajemen Perubahan
Manajemen Perubahan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola
akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi. Perubahan
dapat terjadi karena sebab-sebab yang berasal dari dalam maupun dari
luar organisasi tersebut
Manajemen perubahan merupakan suatu
proses secara sistematis dalam menerapkan pengetahuan, sarana dan sumber daya
yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena
dampak dari perubahan tesebut. (Wibowo, 2006:36).
B. Mazhab-mazhab Dasar Teori
Perubahan
Teori dan praktek manajemen perubahan
melibatkan banyak disiplin serta tradisi ilmu – ilmu sosial. Managemen
Perubahan bukanlah suatu disiplin ilmu terpisah dengan batasan-batasan kaku yang
terdefinisikan dengan jelas.
Masalahnya
kemudian semakin dipersulit lagi karena kesalingterkaitan ilmu-ilmu sosial itu
sendiri. Misalnya, teori pembelajaran, yang membantu kita memahami perilaku
mereka yang mengelola perubahan, tidak dapat dilepaskan sepenuhnya tanpa kita
mengacu ilmu psikologi.
Ada
tiga mazhab pemikiran sebagai pembentuk fondasi untuk bersandarnya teori-teori
managemen:
1.
Mazhab Perspektif Individual
Pedukung mazhab ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
a.
Psikolog Behavioris
Memandang perilaku
sebagai hasil interaksi seseorang dengan lingkungannya. Bagi Behavioris, semua
perilaku dipelajarai dan dalam mewujudkan perubahan organisasi dengan cara
mengubah stimuli eksternal yang mampu mempengaruhi individu.
b.
Gestalt-Field
Meyakini bahwa penjelasan itu belum mencakup konsepnya secara utuh. Mereka menyatakan bahwa perilaku seseorang merupakan produk lingkungan dan penalaran sedang pembelajaran merupakan suatu proses perolehan atau perubahan wawasan, pandangan, ekspektasi atau pola pemikiran. Perilaku bukan sekedar produk stimuli eksternal, namun lebih bisa dijelaskan dari cara individu memakai penalarannya untuk menginterprestasikan stimuli.
Meyakini bahwa penjelasan itu belum mencakup konsepnya secara utuh. Mereka menyatakan bahwa perilaku seseorang merupakan produk lingkungan dan penalaran sedang pembelajaran merupakan suatu proses perolehan atau perubahan wawasan, pandangan, ekspektasi atau pola pemikiran. Perilaku bukan sekedar produk stimuli eksternal, namun lebih bisa dijelaskan dari cara individu memakai penalarannya untuk menginterprestasikan stimuli.
Kedua kelompok di atas terbukti sangat
berpengaruh dalam literatur managemen perubahan; bahkan sejumlah penulis
menyarankan penggunaan kedua teori tersebut secara berurutan.
2.
Mazhab Dinamika Kelompok
Mazhab ini memiliki sejarah sangat panjang dan menekankan pada
pencapaian perubahan organisasi melalui team atau kelompok kerja, ketimbang
pada individu. Menurut Lewin, bahwa orang-orang dalam organisasi bekerja dalam kelompok,
maka perilaku individual bisa dimodivikasi atau diubah dalam kaitannya dengan
praktek-praktek dan norma kelompok.
Lewin menyatakan bahwa perilaku kelompok
merupakan rangkaian rumit interaksi simbolik dan daya-daya kekuatan yang tidak
hanya mempengaruhi struktur kelompok, namun juga mampu mengubah perilaku
individu. Karenanya, perilaku individu merupakan fungsi dari lingkungan
kelompok atau medan dari mana tercipta kekuatan dan ketegangan yang bersumber
dari tekanan kelompok pada setiap anggotanya.
3.
Mazhab Sistem Terbuka
Menurut Mazab Sistem Terbuka, organisasi
terdiri dari pelbagai subs istem yang saling berkaitan.
Perubahan salah satu sitemnya berdampak pada
bagian lain dalam sistem, akhirnya pada kinerja keseluruhan. Pendekatan
perubahan Mazab Sistem Terbuka didasarkan pada metoda diskripsi dan evaluasi
pel bagai sub sistem.
Organisasi dipandang sebagai sistem “terbuka” dijelaskan dalam dua sudut pandang yaitu:
Organisasi dipandang sebagai sistem “terbuka” dijelaskan dalam dua sudut pandang yaitu:
a.
Pertama Organisasi terbuka dan
berorientasi dengan lingkungan eksternalnya
b.
Kedua Organisasi terbuka secara
internal saling berkaitan satu sama lain
Tujuan pendekatan Sistem Terbuka
adalah untuk menata fungsi suatu bisnis sedemikian rupa melalui koordinasi dan
saling ketergantungan lini-lini yang didefinisikan dengan jelas.
Sistem utama organisasi menurut
Miller ada 4 sub :
a.
Sub-sistem tujuan dan nilai
organisasi :
Organisasi
memastikan tujuan dan nilainya selaras tidak hanya antara keduanya namun dengan
lingkungan eksternal dan internal.
b.
Sub-sistem teknis:
Merupakan kombinasi
spesifik dari pengetahuan, tekhnik dan tekhnologi organisasi dapat berfungsi.
Keselarasan dan kelayakan kombinasi kaitannya dengan tuntutan spesifik
organisasi
c.
Sub-sistem psikologi:
Tersusun dari relasi
peran, nilai – nilai dan norma yang mengikat orang menjadi satu dan membuat
masyarakat miniatur tertentu, dipengaruhi lingkungan organisasi. Jika sub
sistem psikologi lemah, maka akan terpecah belah.
d.
Sub-sistem manajerial :
Menjangkau seluruh
organisasi, menghubungkan dengan lingkungan, menentukan nilai, mengembangkan
rencana strategis dan operasional secara utuh, merancang struktur menerapkan
proses kontrol.
Sub-sistem
ini yang bertanggung jawab mengarahkan organisasi dan memastikan tercapainya
tujuan.
Perubahan menurut Burke dipengaruhi
oleh 3 hal :
1.
Sub sistem saling bergantung.
Organisasi tanpa mengindahkan ketergantungan terhadap keseluruhan organisasi,
maka hasilnya kemungkinan besar tidak akan optimal.
2.
Pelatihan sebagai mekanisme
perubahan tidak akan berhasil tanpa dukungan mekanisme lainnya. Seperti
dinyatakan Burke “Walau pelatihan mampu membawa perubahan individual pada
kelompok kecil namun tidak cukup bukti bahwa upaya - upaya untuk mengubah
individu pada akhirnya mampu mengubah organisasi”.
3.
Supaya sukses, organisasi mesti
membuka sumbat dan mengarahkan energi serta bakat para karyawannya. Lantaran
mengubah pula norma – norma, sitem imbalan dan struktur pekerjaan, maka harus
dengan pendekatan perspektif organisasional, tidak sekedar perspektif individu
dan kelompok.
Butler mengatakan
bahwa “Sistem sosial adalah entitas amat dinamis dan kompleks yang sulit
didesskripsikan dan dianalisa, maka kita bisa saja mudah tersesat dalam upaya
memilah-milahkan hubungan sebab - akibatnya”
C. Tipologi Perubahan
1.
Pemicu Perubahan
Perusahaan makin berorientasi pada pelanggan dan pertumbuhan,
maka makin bergerak cepat dan menggelobal. Champy dan Nohria dari AS
menyebutkan 3 pemicu utama yang menggerakkan perubahan :
a.
Tehnologi : Khususnya TI, yang
menstranformasi bisnis yang sedemikian dramatis.
b.
Pemerintah : Peninjauan ulang
dalam bisnis, hampir semua pemerintah di seluruh dunia menggerakkan deregulasi,
privatisasi dan perdagangan bebas.
c.
Globalisasi : Banyak perusahaan
di seluruh dunia bersaing men-deliver layanan yang sama, di mana saja, kapan
saja dengan harga yang kompentitif pada organisasi dan perusahaan agar mampu
menata diri dengan cara radikal.
Hussey mengidentifikasi “persaingan”
konsumen makin menuntut, kecepatan teknologi menjadi usang dan tekanan untuk
men-deliver value bagi pemegang saham sebagai pemicu perubahan berjangka
panjang. Daya penggerak yang sama mengubah karakteristik baik organisasi bisnis
maupun organisasi publik untuk komparasi pelbagai respon organisasi terhadap
perubahan.
Menurut Champy dan Nohria, organisasi
bisnis bertransformasi ke bentuk baru berkat persaingan global, terobosan
teknologi, menunjukkan ciri – ciri sebagai berikut:
a.
Berbasis informasi.
b.
Makin terdesentralisir, makin
terjalin lewat teknologi.
c.
Cepat beradaptasi dan sangat
lincah.
d.
Kreatif dan kolaboratif dengan
struktur berbasis tim.
e.
Stafnya lebih banyak diwarnai
pekerja pakar.
f.
Swakendali, prinsip kerja dan
kepercayaan nyata
Jenis – jenis Perubahan Sifat – sifat
perubahan organisasi ada 3 jenis menurut Grundy:
a.
Perubahan sebagai, “Smooth
incremental change”
Perubahan ini
terjadi secara lambat, sistematis dan dapat diprekdisikan.
Smooth incremental change mencakup perubahan yang berlangsung pada kecepatan konstan.
Smooth incremental change mencakup perubahan yang berlangsung pada kecepatan konstan.
b.
Perubahan sebagai, “Bumpy
incremental change,“ sebagai periode relatif, tenang di sela percepatan gerak
perubahan. Perubahan ini mencakup perubahan lingkungan organisasi, bersumber
dari perubahan internal seperti tuntutan peningkatan efisiensi dan perbaikan
metode kerja. Contoh: Reorganisasi secara periodik dilakukan perusahaan.
c.
Perubahan sebagai,
“Discontinuous change,“ Perubahan yang ditandai pergeseran cepat atas strategi,
struktur atau budaya. Contoh: Privatisasi sektor strategis yang dikuasai negara
yaitu privatisasi sektor telekomunikasi.
Konvergensi dan pergolakan perusahaan penggambaran
perubahan ala Tushman, Newman, Romanelli, walau mirip dengan Grundy, didasarkan
pada penelitian berbagai perusahaan.
Tushman dkk. mengajukan dua jenis converging
change:
a.
Penyetelan atau fine tuning.
b.
Penyesuaian inkremental atau
incremental adaptation
2.
Tujuan Perubahan
Perubahan itu bertujuan menjaga kecocokan antara strategi, struktur,
proses organisasional. Penyetelan atau fine tuning uintuk memperbaiki aktifitas
yang berjalan baik, Penyesuaian inkremental sebagai respon atas pergeseran
kecil lingkungan di mana perusahaan beroperasi.
Kebutuhan discontinuous change timbul karena faktor sebagai berikut:
1.
Fenomena diskontinuitas
industri, perubahan drastis situasi hukum politik yang mengubah sifat dan
aturan persaingan. Hal ini mencakup deregulasi, subsitusi, teknologi produk,
subsitusi teknologi proses, ekonomi secara nyata. Contoh: krisis minyak.
2.
Pergeseran daur hidup.
Perubahan strategi dari peluncuran produk baru hingga tahap penguasaan pasar.
Perubahan sistem yang bersifat revolusioner
lebih cepat ketimbang perubahan inkremental dalam sistem, hal ini mencakup
sebagai berikut:
1.
Reformasi misi dan nilai –
nilai inti – perumusan ulang misi perubahan.
2.
Pergeseran kekuasaan dan status
– merefleksikan pergeseran persaingan dan alokasi sumber daya.
3.
Reorganisasi – strategi
memerlukan modifikasi struktur, sistem dan prosedur, perubahan bentuk
organisasi.
4.
Revisi terhadap pola interaksi
– pembaharuan prosedur arus kerja, jaringan komunikasi, pola pengambilan
keputusan.
5.
Eksekutif baru – biasanya dari
luar perusahaan.
Frame
breaking change sebagai perubahan revolusioner
karena sifat perubahannya menuntut perumusan keseluruhan perusahaan. Alasan
dibalik implementasi frame breaking change:
1.
Sinergi – semua perusahaan
bergerak serentak.
2.
Kantong resistensi – peluang
berkembang dan memperkuat diri apabila frame breaking change berjalan lambat.
3.
Kebutuhan perubahan yang
dibatasi – apabila hambatan diperlonggar, perubahan menjadi mode.
4.
Resiko dan ketidak pastian -
semakin lama waktu implementasi berlangsung ketidakpastian dan ketidak stabilan.
Planned change dan
Emergent change, perusahaan berupaya menjaga
keseimbangan antara daya kekuatan pendorong perubahan dengan pendorong
stabilitas.
Jika perusahaan mampu merespon kebutuhan secara berkesinambungan, tak perlu mengalami pergolakan secara periodik.
Jika perusahaan mampu merespon kebutuhan secara berkesinambungan, tak perlu mengalami pergolakan secara periodik.
Relevansi isyarat ditentukan bukan
oleh aktifitas kompetitief, namun oleh konstruk paradigma, fenomena
penyimpangan strategis akan terjadi secara perlahan, tidak begitu kentara yaitu
dimana strategi perusahaan akan tidak memadai menghadapi pelbagai tuntunan
lingkungan. Perubahan perencana dan Emergent change tidak bisa dibedakan secara
tajam. Komparasi berbagai permodelan perubahan dikaitkan dengan daya pendorong
perubahan lingkungan.
3.
Perubahan Terprediksi
Daur perkembangan dan aktifitas merupakan bagian dalam kehidupan,
konsep daur hidup organisasi dipakai untuk menggambarkan perusahaan ketika
tumbuh dan berkembang ditinjau dari aspek ukuran dan kedewasaan perusahaan.
Menurut Greiner aktifitas perusahaan
melalui 5 tahapan yang masing – masing merupakan tahap evolusi dan revolusi
dilengkapi oleh kategorisasi Clarke mengenai karakteristik dan masa krisis
setiap tahap pertumbuhan.
a.
Tahap Entrepreneurial
Meredam pertumbuhan
dan tetap menjadi kecil resikonya tak mampu bersaing dan merekrut manajemen professional.
b.
Tahap Kolektif
Organisasi makin
mantap, tugas – tugas internal dialokasikan serta pemegang wewenang untuk
mengerjakan yang makin jelas.
c.
Tahap Formalisasi
Menurut keputusan
strategis dan mengimplementasikan kebijakan tugas manajemen menengah yang
menjalankan dan mengawasi keputusan operasional.
d.
Tingkat Globalisasi
Mengidentivikasi situasi
perusahaan, membantu para manajer merencanakan perubahan yang diperlukan dan
memahami perubahan. Perusahaan perlu mengembangkan cara untuk merealisasikan
perubahan dari satu tahap ke tahap berikutnya.
Diagnosa Situasi Perubahan Menurut
Pettigren dan Whipp dalam laporan penelitian perusahaan Inggris ada 4 sektor
industri yaitu:
a.
Sukses bersaing.
b.
Manajemen perubahan strategis.
c.
Operasi harus mempertimbangkan
proses yang tak pasti.
d.
Emergent
Model Greiner tentang daur hidup
perusahaan untuk mengetahui saat kapan perubahan organisasi menghasilkan
kesepakatan rencana perusahaan. Mencari
Break Point. Strebel mengajukan model perilaku industri mirip dengan model
Greiner tentang konsep daur perilaku organisasi. Jika Greiner mengaitkan
modelnya pada perubahan struktur dan manajemen organisasi, Strebel mengaitkan
modelnya pada kompetitief perusahaan. Daur perilaku kompetitief evolussioner
mengenalkan ide breakpoint yaitu periode dimana perusahaan harus merubah
strategi untuk merespon perubahan perilaku pesaing.
Daur perilaku kompetitief mencakup 2
tahapan utama:
a.
Tahapan inovasi ketika
seseorang menemukan peluang bisnis baru.
b.
Pemusatan, persaingan memotong
biaya dan berkonsolidasi sehingga keuntungan merosot dari pemotongan biaya.
Daur kompetitief menunjukkan ada 2
tipe breakponit:
a.
Divergent Breakpont yang
terkait dengan peningkatan tajam keberagaman jenis tawaran kompetitief dengan
penekanan bagaimana memberi lebih banyak value bagi pelanggan.
b.
Convergent Breakpoint yang terkait
dengan perbaikan tajam dalam sistem dan proses dalam men-deliver tawaran, jadi
mendorong deliverid cost yang lebih rendah
Sejumlah indikator umum untuk memicu
breakpoint:
a.
Kompetitor : Convergence muncul
berbagai produk jasa dan image makin mirip.
b.
Konsumen : perbedaan produk
dianggap semu dan segmentasi pasar mulai terpecah.
c.
Distributor : daya tawar
industri kerap bergeser kepada distributor yang mengadu domba pelaku persaingan
d.
Pemasok : tak dapat
menyediakaan keunggulan kompetitief, karena setiap orang tahu bagaimana memakai
input mereka
Divergen lebih sulit diantisipasi
lantaran didasarkan pada produk yang belum ada. Namun jika faktor berikut telah
ada maka industri telah siap menerima produk baru yang memisahkan dengan masa
lalu, yaitu:
a.
Pelanggan : Pasar makin jenuh diiringi
kemerosotan pertrumbuhan dan ketidak puasan konsumen.
b.
Pesaing baru : keresahan pelanggan mengundang
pelaku baru
3. Kompetitor : penurunan laba memaksa pelaku persaingan bereksperimen dengan.
3. Kompetitor : penurunan laba memaksa pelaku persaingan bereksperimen dengan.
c.
Tawaran baru atau mencari
keuntungan di bidang lain.
d.
Distributor : mereka tertinggal
karena harus beradaptasi dengan tawaran baru.
4.
Tipe
perubahan
Tipe perubahan terdiri dari 3 tipe yang berbeda,
dimana setiap tipe memerlukan strategi manajemen perubahan yang berbeda
pula. Tiga macam
perubahan tersebut adalah:
a.
Perubahan Rutin, dimana telah
direncanakan dan dibangun melalui proses organisasi;
b.
Perubahan Peningkatan, yang
mencakup keuntungan atau nilai yang telah dicapai organisasi;
c.
Perubahan Inovatif, yang
mencakup cara bagaimana organisasi memberikan pelayanannya.
Tidak ada satupun pendekatan yang sesuai untuk Manajemen
Perubahan. Metoda-metoda yang digunakan
untuk komunikasi, kepemimpinan, dan koordinasi kegiatan harus disesuaikan dalam
menemukan kebutuhan masing-masing situasi perubahan.
D.
Pendekatan Manajemen Perubahan
untuk Mencapai Tujuan
1.
Perubahan Terencana
Perubahan terencana merupakan istilah yang pertama kali
diperkenalkan oleh Kurt Lewin untuk membedakan perubahan yang sengaja
digerakkan dan direncanakan organisasi dengan perubahan yang berlangsung tidak
disengaja.
Menurut French dan Bell : Pengembangan
Organisasi (PO) merupakan strategi perbaikan organisasi. PO telah menjelma
menjadi kerangka terpadu teori dan praktek serta mampu memecahkan masalah yang
dihadapi.
Prinsisp-prinsip dasar PO ialah sperangkat
nilai, asumsi dan etika yang menekan pada orientasi kemanusiaan dan komitmen
efektifitas organisasi.
Ada 4 nilai dasar PO :
a.
Keyakinan bahwa kebutuhan dan
aspirasi manusia merupakan alasan utama keberadaan organisasi dalam masyarakat.
b.
Agen perubahan meyakini bahwa
prioritasisasi organisasi bagian syah budaya organisasi.
c.
Agen perubahan berkomitmen
meningkatkan efektivitas organisasi.
d.
PO memberi nilai tinggi pada
demokratisasi organisasi melalui kesetaraan.
Ada 5 nilai adopsi untuk menerapkan 4 nilai
dasar menurut Hurley dkk:
a.
Memberdayakan karyawan untuk
bertindak.
b.
Menciptakan keterbukaan dalam
komunikasi.
c.
Memfasilitasi rasa-memiliki pada
proses perubahan dan hasilnya.
d.
Meningkatkan budaya kerja sama.
e.
Meningkatkan pembelajaran yang
berkesinambungan
Lewin merupakan seorang pejuang
kemanusiaan yang meninggal pada usia muda yang meyakini kekuatan demokrasi
untuk meningkatkan hidup manusia. Lewin berkeyakinan bahwa dengan menyelesaikan
konflik sosial, baik dalam bidang religius, ras, pernikahan ataupun industri,
maka kondisi manusia dapat ditingkatkan.
Lewin berupaya memahami dan
menjelaskan saling ketergantungan atara individu dengan kelompok, serta
daya-daya kekuatan yang menjaga status quo kelompok. Daya-daya ini tidak hanya
mempengaruhi struktur kelompok tapi juga mengubah perilaku individu.
Penelitian Tindakan Nyata (Action Research). Action Research adalah penelitian dengan tindakan yang bertujuan
membuat makin efektif. Action Research merupakan proses pengumpulan data riset
secara sistimatis.
Action Research dikelompokkan menjadi 3
:
a.
Organisasi ( Manajer senior ).
b.
Subyek ( Karyawan dari bagian
yang berubah ).
c.
Agen Perubahan (Konsultan
internal/eksternal).
Ketiga entitas tersebut membentuk komunitas pembelajaran
melalui riset untuk dicarikan solusi masalah organisasi / kelompok.Action
Research merupakan proses bercabang dua:
a.
Pendekatan menitikberatkan
bahwa perubahan butuh tindakan.
b.
Tindakan yang berhasil
didasarkan pada analisa situasi secara tepat, lalu memilih yang paling sesuai
untuk diterapkan.
Walaupun Action Research telah
memperoleh banyak pengikut, namun dalam penerapannya masih memiliki hambatan
yaitu perlunya komitmen baik dari manajeman maupun subyek perubahan.
Action Research masih diapresiasikan
dalam mengelola perubahan dan mengatasi konflik sosial, tidak terbatas dalam
organisasi namun juga dalam masyarakat secara luas.
Model Perubahan Tiga Langkah (menurut
Lewin) :
a.
Pencairan tingkatan sekarang.
b.
Perpindahan ke tingkatan baru.
c.
Pembekuan / pemantapan
tingkatan baru.
Keyakinan bahwa kemauan dari subyek
perubahan merupakan unsur penting baik dalam membuang perilaku lama, pencairan
dan perpindahan ke perilaku baru.
Pencairan dan perpindahan secara garis besar sama dengan Action Research.
Pencairan dan perpindahan secara garis besar sama dengan Action Research.
Pencairan meliputi upaya memperlemah
daya kekuatan membentuk perilaku organisasi masa kini. Menurut Rubin, pencairan
memerlukan bentuk pertemuan konfrontatip bagi yang terkait dangan perubahan.
Perpindahan mencakup tindakan atas
hasil langkah sebelumnya. Tindakan perpindahan menuju ke situasi yang lebih
baik membutuhkan pengembangan perilaku, nilai – nilai dan sikap – sikap baru melalui
perubahan struktur dan proses organisasi.
Pemantapan merupakan langkah terakhir dalam model tiga langkah dan menjadi titik perbedaan dengan Action Research. Pemantapan menciptakan kestabilan dalam organisasi dan memastikan cara – cara kerja baru yang mencakup proses sosialisasi.
Pemantapan merupakan langkah terakhir dalam model tiga langkah dan menjadi titik perbedaan dengan Action Research. Pemantapan menciptakan kestabilan dalam organisasi dan memastikan cara – cara kerja baru yang mencakup proses sosialisasi.
Fase – fase dan Perubahan Terencana, untuk
memahami Perubahan Terencana, tidaklah cukup dengan memahami proses yang
mendorong perubahan, namun ada apresiasi tahap yang dilalui organisasi untuk
pindah dari keadaan yang tidak memuaskan ke masa depan yang diinginkan.
Bullock dan Batten menggambarkan
Perubahan Terencana menjadi dua dimensi:
a.
Tahap – tahap perubahan :
tingkatan keadaan yang dilalui organisasi ketika menerapkan Perubahan Terencana.
b.
Proses – proses perubahan :
metode yang dipergunakan untuk menggerakkan organisasi dari keadaan satu ke
lainnya.
Tahap perubahan dan proses perubahan
yang menyertainnya:
a.
Fase Eksplorasi yaitu
Organisasi meninmbang dan memutuskan membuat perubahan Spesifik dalam
operasinya dan mengalokasikan sumber – sumber daya untuk merencanakan perubahan
dalam membantu pemecahan perubahan. Tumbuhnya kesadaran dan perlunya perubahan
guna membantu perencanaan serta penerapan perubahan.
b.
Fase Perencanaan yaitu Proses
perubahan yang terkait adalah mengumpulkan informasi agar dapat ditetapkan
diagnosa masalah secara tepat, tujuan perubahan dan tindakan yang diperlukan
guna mencapai tujuan.
c.
Fase Tindakan yaitu tahap ini
organisasi mengimplementasikan perubahan hasil perencanaan. Proses perubahan
dirancang untuk menggerakkan organisasi dari keadaan sekarang menuju ke masa
depan.
d.
Fase Integrasi yaitu tahapan
ini segera dimulai begitu perubahan telah sukses diimplementasikan. Proses
perubahan meliputi konsolidasi dan stabilisasi perubahan guna menguatkan
perilaku baru melalui umpan balik dan sistem imbalan serta mengatur para
manajer dan karyawan secara terus - menerus memonitor perubahan dan upaya –
upaya perbaikan.
2.
Perubahan Sifat Pengembangan
Organisasi
Pengembangan organisasi merupakan proses menerapkan pengetahuan,
praktek – praktek ilmu perilaku untuk membantu organisasi dalam meraih
efektifitas yang lebih tinggi
Perkembangan khusus dalam perluasan
perspektif:
a.
Munculnya gerakan Desain
Pekerjaan terutama munculnya Teori Sistem Sosio – Tehnik yang makin menyadari bahwa
tidak bisa lagi berkonsentrasi kelompok atau individu namun menimbang-nimbang
sistem lain.
b.
Perspektif berskala organisasi
telah mendorong praktisi PO memperluas perspektif mereka dengan mengembangkan
budaya organisasi dan meminati konsep pembelajaran organisasi. Alhasil,
pergeseran minat dari pembelajaran kelompok kepada pembelajaran organisasi
hanyalah perluasan alami belaka.
c.
Makin meningkatnya penggunaan
pendekatan berskala organisasi terhadap perubahan yang dibarengi dengan
intensitas pergolakan dalam lingkungan operasi organisasi, mendorong praktisi
PO mentransformasikan organisasi secara keseluruhan dan tidak sekedar perubahan
pada bagian pokoknya saja.
Dinamika Kelompok dan Perubahan
Terncana akan menciptakan dilema bagi para pendukung PO. Pengembangan
organisasi semakain terfokus pada masalah makro, maka semakin kurang kemampuan
pengembangan organisasi merangkul semua individu yang terkait program
perubahannya dan semakin kurang mampu pengembangan organisasi mempromosikan
nilai dasar demokratisnya.
3.
Strategi Perubahan
Dalam dunia yang selalu berubah, satu – satunya yang tidak berubah
adalah perubahan itu sendiri. Dewasa ini para manajer menghadapi tekanan dan
peluang yang makin kompleks sekaligus menantang. Meraka harus efisien
menggunakan semua sumber daya dan pada saat yang bersamaan harus harus
menemukan cara – cara efektif untuk jangka panjang. Efektifitas membutuhkan
kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang berubah – ubah.
Tugas merencanakan, mengimplementasikan dan
mengelola perubahan akan tetap menjadi salah satu tantangan utama para manajer,
baik sektor publik maupun swasta.. Di sektor manufaktur, perbankan, pendidikan
dan layanan kesehatan, perubahan adalah suatu norma.
Sengitnya persaingan, privatisasi dan
deregulasi di berbagai sektor bisnis dan industri, telah mendorong perusahaan
untuk mengembangkan para karyawan, kesadaran komersial dan kepedulian pada
mutu. Manajer sekarang lebih peduli pada nilai uang, pengembangan, peluncuran
dan pemasaran produk, layanan baru, fleksibelitas desain, manufaktur atau jasa
serta pada isu-isu yang sulut dirumuskan. Konsumen dan Klien makin vokal dan
kritis. Dengan demikian kita membutuhkan manajer yang lebih efektif dalam dunia
yang penuh perubahan.
Makin kita peduli pada pengembangan program
perubahan dengan parameter–parameter pasti dalam hal akuntabilitas, rencana
proyek, tonggak kejadian penting, input satuan tugas, maka makin besar fokus
untuk menuntaskan perubahan sesegera mungkin.
Proses penentuan strategi secara eksplisit
lazimnya terjadi pada masa perubahan besar. Proses ini akan lebih efektif bila
dibarengi diagnosa yang cermat.
Kualitas diagnosa terhadap kemampuan untuk
berubah dapat ditingkatkan dengan melakukan proses competiteive benchmarking:
(Proses berkesinambungan untuk mengukur produk, jasa dan
praktek-praktek terhadap kompetitor terkuat atau perusahaan-perusahaan yang
diakui sebagai pimpinan industri.)
(Proses tanpa henti untuk mengungukur dan memperbaiki produk, layanan dan praktek-praktek relatif terhadap yang dianggap terbaik di tingkatan dunia.)
Alhasil benchmarking mencakup pula audit komperatif organisasi anda terhadap perusahaan - perusahaan lainnya.
(Proses tanpa henti untuk mengungukur dan memperbaiki produk, layanan dan praktek-praktek relatif terhadap yang dianggap terbaik di tingkatan dunia.)
Alhasil benchmarking mencakup pula audit komperatif organisasi anda terhadap perusahaan - perusahaan lainnya.
Brench-marking memungkinkan kita menilai
kinerja perusahaan dan menjadi bagian tak terpisahkan dari fase diagnostik perbaikan
kinerja dan perubahan.
Program akuisisi dan merger juga termasuk perubahan besar dalam pengertian tersendiri, begitu juga dengan implementasi aliansi strategis dan joint venture.
Program akuisisi dan merger juga termasuk perubahan besar dalam pengertian tersendiri, begitu juga dengan implementasi aliansi strategis dan joint venture.
Tiga kondisi yang diperlukan dalam mewujudkan
perubahan yang efektif:
a.
Kesadaran : para stakeholders
memahami dan meyakini visi, strategi dan rencana implementasi.
b.
Kapabilitas : para stakeholders
meyakini bahwa mereka mampu meraih ketrampilan yang dibutuhkan serta mampu
menangani dan mengambil keuntungan dari perubahan tersebut.
c.
Keikutsertaan : para
stakeholders bisa menghargai tugas dan pekerjaan baru serta peluang untuk
berperilaku dengan cara-cara baru ( sikap, ketrampilan, dan cara kerja baru).
Ketergantungan kemungkinan dalam
perubahan adalah:
1.
Perubahan bersifat inkremental
dan merubah tujuan – tujuan inti organisasi.
2.
Perubahan bersifat inkremental
dan hanya merubah tujuan – tujuan periferal organisasi.
3.
Perubahan bersifat radikal /
besar – besaran dan merubah tujuan – tujuan inti organisasi.
4.
Perubahan bersifat radikal / besar
– besaran dan hanya merubah tujuan – tujuan periferal organisasi.
E. Organisasi Pembelajar
Selama ini para eksekutif perusahaan menganggap sumber
daya manusia dan lainnya sebagai aset berwujud yang dapat dipindah-pindahkan,
diganti atau dibuang begitu saja tergantung tuntutan bisnis.
Dalam ekonomi elektronis, kesuksesan
pasar dapat cepat bergerus oleh keunggulan pengetahuan perusahaan pesaing.
Kepemimpinan pasar, ukuran perusahaan, nama yang terkenal dan struktur tidak
lagi memberi garansi bagi kelangsungan perusahaan. Dalam ekonomi berbasis
pengetahuan, perusahaan yang mampu memberikan jawaban pas atas tuntutan
stakeholder dan pelangganlah yang akan sukses.
Jika hanya individu – individu yang
melaksanakan pembekajaran maka ketika keluar meninggalkan organisasi,
pembelajaran yang mereka peroleh mungkin juaga akan hilang. Namun proses
pembelajaran yang sudah tercermin pada perubahan prosedur kerja, pola perilaku,
budaya perusahaan akan mendorong terus perubahan berarti pembelajaran telah
“ditangkap”.
1.
Perubahan Persepsi atas
Perusahaan
Persepsi tentang bagaimana perusahaan dideskripsikan, dirancang dan
dikelola telah mengalami perubahan karena dorongan teknologi, tuntutan pasar
dan pergeseran kompetisi.
Berbagai dimensi perubahan menurut Cara:
a.
Dari fokus pada bagian-bagian
menjadi pandangan holistic.
b.
Dari perhatian pada struktur
menjadi kepedulian pada proses;
c.
Dari perubahan revolusioner
menjadi perubahan evolusioner;
d.
Dari sains obyektif menjadi
pemahaman bagaimana cara kita belajar;
e.
Dari herarki menjadi jaringan
metafora pengetahuan;
f.
Dari kebenaran menjadi
deskripsi yang mendekati;
g.
Dari dominasi dan kontrol
menjadi pendekatan kooperatif.
Van der Erve ( 1994 ) menggambarkan
pergeseran paradigma sebagai berikut:
a.
Dari kwantifikasi dan kepastian
menjadi diferensiasi dan ketidak pastian;
b.
Dari bagian-bagian menjadi
keseluruhan;
c.
Dari organisasi untuk
menyelesaikan tugas menjadi organisasi diri untuk mendorong kreasi;
d.
Dari pembelajaran single loop
mejadi pembelajara double loop.
Cara memperoleh dukungan dan kesuksesan
yang perlu diwujudkan:
a.
Menawarkan kerangka pemikiran
baru mengenai perusahaan, kinerja dan pasarnya.
b.
Menyingkapkan pengetahuan
tersirat.
c.
Melakukan pembelajaran dengan
cara “scoping perception”.
d.
Meredam politik destruktif.
e.
Mendorong perubahan cepat
melalui diferensiasi.
Lima Disiplin bagi Orghanisasi
Pembelajar
a.
Systems thinking (Pemikiran sistem)
Semua orang mesti
belajar bagaimana cara menyikapi segalanya secara holistik sistematik.
b.
Personal Mastery (Penguasaan
Personil)
Individu dan
profesinya dipandang sebagai faktor yang krusial untuk membawa keberhasilan
organisasi.
c.
Model mental, menyangkut
pembelajaran bagaimana cara menggali gambaran internal dunia, untuk dibawa ke
permukaan, secara tekun dan cermat menelitinya.
d.
Membangun visi bersama, menyangkut
bagaimana setiap orang berbagi visi tentang masa depan untuk menghasilkan komitmen
yang kokoh dari individu.
e.
Pembelajaran tim, tim-tim bukan
perseorangan merupakan kunci sukses organisasi masa depan yang semua individu
mesti belajar cara belajardalam kontek tim.
Delapan tahap organisasi ecocycle menurut Hurst :
a.
Manajemen strategik.
b.
Konsolidasi.
c.
Krisis.
d.
Kebingungan.
e.
Kepemimpinan.
f.
Berkarisma.
g.
Jaringan kreatif.
h.
Pilihan.
i.
Inovasi
Faktor - faktor kunci model Hurst:
a.
Perubahan terjadi secara
berkesinambungan.
b.
Gerak kecepatan perubahan
bervariasi, terkadang mulus dan linear, terkadang cepat dan bersifat linear.
c.
Pembaharuan memerlukan
dikonsruksi. Dalam keterbatasan sumber daya, satu-satunya cara untuk
menciptakan struktur, peluang, kemungkinan baru adalah dengan membongkar
struktur yang saat ini menguasai sumber daya.
d.
Stuktur dan proses yang muncul
merupakan produk berbagai faktor, termasuk kendala-kendala yang dipaksakan oleh
lingkungan
e.
Namun demikian, manusia dalam
organisasi merupakan para “aktor” yang sadar diri dan mampu bertindak rasional.
Secara ringkas argumen inti model
ecocycle Hurst adalah bahwa organisasi melewati krisis dan proses pembaruan
melalui tiga tahapan yaitu :
a.
Emergent action.
b.
Rational action.
c.
Constained action.
2.
Konvergensi dan Organisasi
Pembelajar
Jika organisasi ingin meraup manfaat jangka panjang dari
pembelajaran yang pasti akan diperoleh melalui perubahan, maka dibutuhkan
proses yang tepat.
Kemampuan menangkap dan bekerja dengan
pengetahuan merupakan kemampuan pokok dalam menciptakan:
a.
Basis pengetahuan – menangkap
dan mengubah pengetahuan tacit (tersirat) menjadi pengetahuan explisit
(tersurat) dan menciptakan kemudahan akses bagi pengetahuan ini.
b.
Basis pengetahuan kerap
diorganisir untuk mencapai:
1)
akses terbuka bagi semua orang;
2)
pembagian informasi secara
efektif – konferensi, rapat dan sebagainya;
3)
fokus pada teknologi;
4)
integrasi keseluruhan aspek
perusahaan;
5)
penangkapan, analisa dan
pemanggilan informasi pelanggan secara sistematis
3.
Pengembangan Kompetensi dalam
Manajemen Perubahan
Begitu kita menyadari, kita kita langsung paham akan ketidakmampuan kita, karena itu disebut sebagai proses munculnya kesadaran.
Begitu kita menyadari, kita kita langsung paham akan ketidakmampuan kita, karena itu disebut sebagai proses munculnya kesadaran.
Proses berikutnya merupakan proses
pembangunan ketrampilan yang bergerak dari ketidak mampuan yang disadari menuju
ke kompetisi yang disadari.
Proses yang terakhir merupakan proses pengembangan keahlian melalui praktek lama dengan sarana pembelajar sistem manajemen kinerja dan mencakup perhatian pada pengembangan personal dan pembelajaran organisasi.
Proses yang terakhir merupakan proses pengembangan keahlian melalui praktek lama dengan sarana pembelajar sistem manajemen kinerja dan mencakup perhatian pada pengembangan personal dan pembelajaran organisasi.
Pembelajaran lebih lanjut akan menuntut
adanya perhatian khusus pada sistem manajemen kinerja, pendekatan nilai tambah,
penilaian kinerja dll. Dalam tahapan ini ketika keunggulan dalam kinerja telah
mampu diwujudkan, kecepatan pembelajaran akan menurun, maka proses baru perlu
diulang lagi.
F. Mengelola Perubahan Besar
Reorganisasi,
rektrukturisasi dan pengurangan karyawan akan menjadi kecenderungan yang terus
dihadapi para manajer, yang pada akhirnya berdampak besar pada tenaga kerja
seperti pudarnya sistim kerja seumur hidup, tingginya pengangguran, hilangnya
keamanan kerja, berkurangnya ketrampilan kerja yang bersifat tradisional.
Ketrampilan
Manajerial Perubahan Organisasi yang Efektif
Secara sederhana kita bisa membagi masalah manajemen perubahan besar menjadi dua pertanyaan utama, yaitu :
Secara sederhana kita bisa membagi masalah manajemen perubahan besar menjadi dua pertanyaan utama, yaitu :
1.
“Perubahan apa yang mesti kita
terapkan ?”
2.
Bagaimana cara kita menerapkannya
agar kita bisa sukses?”
Untuk menjawabnya kita butuh
ketrampilan khusus guna mendiagnosa kebutuhan perubahan; mengaudit kinerja; mengembangkan
visi perbaikan; menggambarkan atau merumuskan strategi baru.
Perpaduan ketrampilan manajerial agar
proses perubahan bisa efektif, maka diperlukan:
1.
Ketrampilan manajerial apa yang
dibutuhkan untuk mendorong perubahan organisasi secara efektif.
2.
Perubahan berpotensi mengganggu
dan merusak. Bagaimana orang mengalami perubahan dan bagaimana cara membantu
mereka mengatasi tekanan dari perubahan besar.
Agar bisa efektif mengelola
perubahan, diperlukan kemampuan untuk menciptakan sintesa antara pekerja,
sumber daya, gagasan, peluang dan tuntutan. Maka dalam masa perubahan, sintesa
merupakan kata kunci. Berikut kita akan bahas ketrampilan kunci :
1.
Mengelola Transisi : dalam
mengelola transisi untuk mencapai efektifitas membutuhkan pembelajaran dan
perubahan yang ditunjukkan dengan lima kriteria di bawah ini:
a.
Pembelajaran timbul dari
eksplorasi dilema atau kontradiksi (peningkatan mutu).
b.
Pembelajaran didasarkan pada
pengalaman dan eksperimen personal. Semua orang akan belajar jika mereka
memahami masalah dan diikutsertakan dalam proses pencarian solusi.
c.
Pembelajaran bisa didorong
hanya dalam suasana yang mendukung pengambilan resiko, mencoba – coba berbagai
hal dan ide baru.
d.
Pembelajaran membutuhkan
ekspresi dari keyakinan terdalam dan akan melibatkan konflik.
e.
Pembelajaran bisa didorong
dengan menghargai nilai – nilai dan gagasan orang, pengembangan gaya
pembelajaran yang mendukung individu dan bukan yang menghambat diskusi.
2.
Menangani Budaya Organisasi :
untuk mencapai perubahan tanpa pembelajaran mungkin bisa dilakukan, namun
kemungkinan besar di masa depan akan mendorong orang – orang bersikap negatif
pada perubahan.
3.
Budaya Perusahaan : bagian –
bagian funsional ditentukan secara tegas. Budaya peran menekankan pada komitmen
tiggi individu pada bagian tertentu. Kekuasaan jabatan merupakan bentuk
kekuasaan yang dominan.
4.
Politik Perubahan Organisasi :
manajer dapat memilih cara beroperasi dan pilihan itu menimbulkan kondisi untuk
munculnya politik, karena semua orang punya pandangan yang berbeda – beda terhadap
pilihan tersebut. Dunia politik organisasi dipengaruhi struktur kepentingan,
tujuan, kekuasaan dan status yang secara inheren tidak stabil, berarti pada
orde politik tertentu kekuasaan koalisi menjadi tidak relevan.
5.
Mengatasi Perubahan Organisasi
: dampak perubahan pada orang – orang yang terpengaruh secara langsung tak
terkecuali para manajer yang mesti mejalankan tugas–tugas baru, mengembangkan
ketrampilan baru dan mesti belajar uintuk menghadapi semua itu.
Pemahaman sederhana tentang bagaimana
orang-orang mengalami perubahan dan cara mengatasi tekanan-tekanan yang timbul
dalam perubahan, akan memberi alat bagi manajer dalam mendukung oarang-orang
yang terlibat perubahan.
Mengatasi proses perubahan memberi beban tuntutan pada individu-individu yang terlibat. Berbagai isue mesti dihadapi baik oleh manajer maupun individu – individu itu sendiri.
Mengatasi proses perubahan memberi beban tuntutan pada individu-individu yang terlibat. Berbagai isue mesti dihadapi baik oleh manajer maupun individu – individu itu sendiri.
1.
Memulihkan Kembali Harga Diri :
Organisasi yang efektif adalah perusahaan yang melakukan
perubahan degan cepat dimana semua orang, para karyawan dan manajer dapat
belajar mengenai bisnis atau perusahaan, seiring berjalannya proses.
Mencapai perubahan tanpa pembelajaran
memang mungkin saja dilakukan, namun kemungkinan besar di masa datang mendorong
orang bersikap negatif pada perubahan. Hanya jika perusahaan dan orang –
orangnya berubah dengan belajar dari pengalaman perubahan, efektivitas
perubahan dapat dicapai sekaligus untuk dipertahankan.
Karena orang telah mempelajari bisnis
melalui perubahan, maka perubahan akan menjadi lebih efektif. Dengan kondisi ekstensif
dan sikap positif terhadap perubahan, efektifitas organisasi di masa depan
lebih terjamin.
2.
Mengatasi Perubahan
Begitu perubahan telah mencapai tahap yang kongkrit, mereka mesti
belajar mengatasi perubahan itu.
Perubahan menciptakan kegelisahan, ketidak
pastian dan stres, bahkan bagi mereka pengelola perubahan, walau sepenuhnya
mereka komit terhadap perubahan itu.
Gagasan sederhana dan praktis bagi para manajer perubahan adalah dengan melihat hubungan harga diri, kinerja dan stres, hubungan ini berlaku baik bagi kinerja maupun harga diri.
Gagasan sederhana dan praktis bagi para manajer perubahan adalah dengan melihat hubungan harga diri, kinerja dan stres, hubungan ini berlaku baik bagi kinerja maupun harga diri.
3.
Siklus Penanganan Masalah
Perubahan yang berdampak besar pada pekerjaan juga akan berdampak
pada harga diri mereka. Sistem, proses dan struktur baru harus dipelajari dan
membutuhkan waktu yang cukup, karena pembelajaran saat orang memperbaiki
kinerja mereka, melalui pembelajaran. Kemajuan terjadi saat sistem baru mulai
diberlakukan, modifikasi diterapkan, hambatan - hambatan dilenyapkan untuik
meningkatkan kinerja.
Perubahan bisa memerosotkan harga diri pada orang
yang terkena dampaknya secara langsung, yang pada gilirannya berdampak pada
kinerja. Hubungan antara kepuasan, perasaan nyaman, harga diri dan kinerja
walau sedikit tetap berkaitan.
Lima tahap model sederhana dalam penanganan
masalah :
a.
Penyangkalan
Penyangkalan akan kebutuhan perubahan, cenderung untuk menyangkal validitas gagasan baru, paling tidak pada awalnya merupakan reaksi umum
Penyangkalan akan kebutuhan perubahan, cenderung untuk menyangkal validitas gagasan baru, paling tidak pada awalnya merupakan reaksi umum
b.
Bertahan
Tahap ini kerap diwarnai dengan perilaku defensif yang memberi waktu dan ruang agar semua orang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan.
Tahap ini kerap diwarnai dengan perilaku defensif yang memberi waktu dan ruang agar semua orang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan.
c.
Pelepasan
Pelepasan merupakan proses persepsi, orang menjadi sadar bahwa perubahan tak terhindarkan tapi justru diperlukan. Pelepasan biasanya mencakup usaha coba-coba bereksperimen dan resiko
Pelepasan merupakan proses persepsi, orang menjadi sadar bahwa perubahan tak terhindarkan tapi justru diperlukan. Pelepasan biasanya mencakup usaha coba-coba bereksperimen dan resiko
d.
Penyesuaian
Kini proses saling menyesuaikan mulai bersemi. Wajar kalau sistem, prosedur, struktur dan mesin baru tidak langsung berjalan lancar karena mereka bekerja dengan standar berbeda dan dengan upaya agar dapat mengatasi perubahan.
Kini proses saling menyesuaikan mulai bersemi. Wajar kalau sistem, prosedur, struktur dan mesin baru tidak langsung berjalan lancar karena mereka bekerja dengan standar berbeda dan dengan upaya agar dapat mengatasi perubahan.
Dengan
melakukan pemecahan masalah sendiri orang-orang akan mampu mengembangkan
ketrampilan, pemahaman dan keterkaitan yang dibutuhkan sistem tersebut, dengan
demikian sistem dapat berjalan efektif untuk jangka panjang.
e.
Internalisasi
Kini pihak-pihak telah berhasil menciptakan sistem, proses dan organisasi baru yang berkaitan antara karyawan, proses telah dicoba, dimodivikasi dan diterima. Hal ini merupakan proses kognitif dan orang mulai paham dengan apa yang sedang terjadi, dan perilaku baru menjadi bagian dari perilaku normal.
Kini pihak-pihak telah berhasil menciptakan sistem, proses dan organisasi baru yang berkaitan antara karyawan, proses telah dicoba, dimodivikasi dan diterima. Hal ini merupakan proses kognitif dan orang mulai paham dengan apa yang sedang terjadi, dan perilaku baru menjadi bagian dari perilaku normal.
G. Membuat Program Perubahan
1.
Langkah-langkah Manajemen
Perubahan
a.
Identifikasi Tipe Perubahan
Ketika anda harus memanaj perubahan, pertama-tama perlu mengidentifikasi tipe dari perubahan
tersebut.
1)
Tipe Peningkatan Perubahan
Seperti penggunaan waktu secara moderat, ini akan
memerlukan waktu untuk mencapainya, karena kebiasaan buruk dari staf. Untuk
mencapai sukses akan memerlukan manajemen waktu untuk memonitor secara reguler.
2)
Tujuan dari Standar :
a)
Setiap staf perawat dan bidan
harus selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh pasen (dewasa maupun
anak-anak)
b) Penyebaran penyakit dan infeksi silang
akan berkurang dengan tindakan ini
c) Staf akan menerima tanggung jawab klinis
dari standar ini
3) Beberapa Pernyataan tujuan yang lebih
Spesifik lagi dapat berupa :
Mengurangi infeksi dengan cara staf melakukan cuci
tangan
b.
Identifikasi Tujuan Perubahan
Tugas kedua adalah mengidentifikasi tujuan-tujuan
perubahan. Kemudian merencanakan tujuan-tujuan tersebut secara jelas dan
memberikan batasan antara waktu dengan perubahan mana yang dapat diterima.
Kesulitan perubahan, adalah upaya
lebih lanjut yang harus dimasukkan dalam perencanaan tujuan. Perencanaan tujuan
mengklarifikasi kebutuhan akan situasi dan meningkatkan ketelitian respon. Ini
akan memberikan fleksibilitas yang lebih, dalam manajemen perubahan. Kejelasan tujuan memberikan arahan dan
petunjuk dalam mengambil keputusan mengenai apa yang harus dilakukan. Dengan
membuat perencanaan untuk mencapai tujuan-tujuan yang spesifik akan mengurangi
pemborosan waktu dan upaya.
2.
Tahap-tahap Manajemen Perubahan
Suatu perubahan terjadi melalui tahap-tahapnya. Pertama-tama adanya dorongan dari dalam
(dorongan internal), kemudian ada dorongan dari luar (dorongan eksternal). Untuk manajemen perubahan perlu diketahui
adanya tahapan perubahan. Tahap-tahap manajemen
perubahan ada empat, yaitu:
Tahap 1, yang merupakan tahap identifikasi perubahan, diharapkan seseorang
dapat mengenal perubahan apa yang akan dilakukan /terjadi. Dalam tahap ini seseorang atau kelompok dapat
mengenal kebutuhan perubahan dan mengidentifikasi tipe perubahan.
Tahap 2, adalah tahap perencanaan
perubahan. Pada tahap ini harus dianalisis mengenai diagnostik
situasional tehnik, pemilihan strategi umum, dan pemilihan. Dalam proses ini perlu
dipertimbangkan adanya factor pendukung sehingga perubahan dapat terjadi dengan
baik.
Tahap 3, merupakan tahap implementasi perubahan dimana terjadi proses
pencairan, perubahan dan pembekuan yang diharapkan. Apabila suatu perubahan sedang terjadi
kemungkinan timbul masalah. Untuk itu perlu dilakukan monitoring perubahan.
Tahap 4, adalah tahap evaluasi dan umpan balik. Untuk melakukan evaluaasi diperlukan data,
oleh karena itu dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dan evaluasi
data tersebut. Hasil evaluasi ini
dapat di umpan balik kepada tahap 1 sehingga memberi dampak pada perubahan yang
diinginkan berikutnya.
Suatu perubahan melibatkan
perasaan, aksi, perilaku, sikap, nilai-nilai dari orang yang terlibat dan tipe
gaya manajemen yang dibutuhkan. Jika perubahan melibatkan sebagian besar terhadap
perilaku dan sikap mereka, maka akan lebih sulit untuk merubahnya dan
membutuhkan waktu yang lama.
Jika
pimpinan manajemen perubahan mengetahui emosi normal yang dicapai, ini akan
lebih mudah untuk memahami dan menghandel emosi
secara benar.
Gambar berikut ini menunjukkan kejelasan komponen
tersebut.
Gambar 1 : TAHAP-TAHAP PERUBAHAN
Gambar 1 : TAHAP-TAHAP PERUBAHAN
|
Tahap 1
Identifikasi
Perubahan
|
Mengenal Kebutuhan
Perubahan
|
Identifikasi tipe Perubahan
|
Tahap
2
Perencanaan Perubahan
|
Diagnostik
Situasional
Technik
|
Pemilihan
Strategik Umum
|
Pemilihan
|
Tahap 3
Implementasi
Perubahan
|
Pencairan
|
Perubahan
|
Pembekuan/Integritas
|
Tahap 4
Evaluasi
& Umpan Balik
|
Pengumpulan
Data
|
Evaluasi Data &
Umpan Balik
|
Pendukung
Umpan Balik
Waktu dan Kesulitan untuk
merubah Budaya/Kebiasaan
GAYA
MANAJEMEN
|
PERILAKU TETAP
|
AKSI
|
PERASAAN
|
Kesulitan
Perubahan
|
Waktu untuk
Berubah
|
NILAI
|
SIKAP
|
Atkinson, P.
1990: Creating Culture Change Bedford. IFS Ltd.
Kempton
Bedford ISBN 81-85 789-02-2
Gambar
dibawah ini memperlihatkan bahwa jika paserta yang hadir memberikan dukungan
yang cukup, mereka akan dapat menerima perubahan. Mereka tetap membutuhkan
banyak dukungan untuk dapat menerima secara keseluruhan dan memahami perubahan
tersebut ke setiap tindakan dan perilaku normal mereka sendiri. Gambar ini akan
mengilustrasikan proses perubahan lebih baik.
Tanggung
jawab terhadap pengelolaan perubahan ini harus mempertimbangkan perasaan dan emosi orang-orang yang terlibat di
dalamnya. Jika hal ini diabaikan atau tim manajemen perubahan tidak sensitif
terhadap hal ini, perubahan tidak akan dapat terjadi sesuai rencana yang telah
dibuat. Perubahan dapat menjadi sangat resisten dan defensif. Seseorang yang
memimpin perubahan mungkin harus merubah kinerja perubahan tersebut dengan
maksud untuk memberikan dukungan yang lebih efektif.
Dalam
proses perubahan, seorang pemimpin harus berupaya untuk melatih perubahan
terlebih dahulu pada dirinya sendiri.
Sehingga terjadi suatu integritas pada dirinya. Dan perubahan ini akan
mempengaruhi terjadinya perubahan kinerja dalam organisasi yang
dipimpinnya. Gambar-gambar dibawah ini
menunjukkan bagaimana proses perubahan tersebut terjadi, komponen apa yang
terkena dalam diri individu bila ingin berubah, bagaimana orang luar terlibat
dalam proses perubahan di suatu organisasi dan bagaimana manajemen perubahan
tersebut untuk mencapai tujuan organisasi.
Transisi Emosi Selama Perubahan
1. Goncangan
|
2. Penolakan
|
3. Kekuatan Emosi
Perlu dukungan & Pemahaman
|
4. Penerimaan
|
FRUS
TRAS
I
|
FRUS
TRA
S
I |
6. Pemahaman sempurna
|
7. Integritas
|
5. Pengalaman
Perlu dukungan
|
Waktu
|
Keadaan
untuk Perbandingan yg Baik
|
Atkinson, P. 1990: Creating Culture Change Bedford. IFS
Ltd.
Kempton Bedford ISBN 81-85 789-02-2
|
H. Kegagalan Perubahan
Bagi semua pihak
yang memiliki kepentingan pada kelangsungan perusahaan, termasuk bagi orang –
orang yang di dalamnya, sangatlah penting perubahan dan pengembangan organisasi
dikelola secara efektif sehingga kemudian sukses mencapai tujuannya.
Dampak
– dampak manusiawi yang tidak diperkirakan sebelumnya dalam program perubahan
adalah:
1.
Pengalaman terkilir sering tak
tertangani dengan baik oleh manajemen puncak, yang cenderung tidak mau
melibatkan diri, Mereka justru menyerahkan penanganan pada manajemen menengah
dan penyelia, yang belum dibekali untuk menangani situasi seperti itu.
2.
Reaksi psikologis pada masa
transisi yang berdampak pada saat bersalah di pihak karyawan yang bertahan.
Mereka kehilangan kepercayaan pada manajemen, menjadi takut, curiga, sinis dan
tak bersemangat; loyalitas mereka juga menurun karena kontrak psikologis lama
yang di dalamnya termasuk jaminan keamanan kerja, telah dilanggar begitu saja
oleh perusahaan.
3.
Reaksi keperilakuan dari
karyawan yang bertahan dalam organisasi pasca transisi, dimana beban dan jam
kerja umumnya justru makin bertambah, karyawan merasa kehilangan arah,
cenderung bekerja seperti kesetanan dan berjuang agar kepalanya tetap di atas
permukaan air, pengambilan resiko meninggi, permainan politik memanas dan
tingkat stres memuncak. Semua dampak yang tak masuk rencana ini membuat
karyawan menjadi terasing dan secara psikologis menarik diri dari organisasi.
Tingginya tingkat kegagalan program
perubahan organisasi yang digambarkan di atas mungkin agak mengejutkan,
mengingat banyaknya saran – saran dan buku - buku panduan perubahan bersifat
“how to” yang banyak mewarnai literatur manajemen.
Model dari Amerika yang juga terkenal
adalah ditawarkan oleh W. Warner Burke yang terdiri atas 4 dimensi berurutan :
1.
Perencanaan Perubahan.
2.
Mengelola sisi manusia dari
perubahan.
3.
Mengelola sisi organisasi dari
perubahn.
4.
Evaluasi upaya perubahan
Di samping pengetahuan untuk
menerapkan dimensi proses perubahan, para manajer juga perlu memiliki
pengetahuan tentang aspek fondamental perubahan menyangkut dua dimensi lain
yaitu: respon individual terhadap perubahan dan
sifat umum perubahan.
sifat umum perubahan.
Tersirat di balik model-model
manajemen perubahan adalah pengharapan bahwa manajer memiliki basis pengetahuan
dan dan keahlian untuk mengelola perubahan secara efektif.
Penyebab kegagalan kebanyakan berasal
dari dalam organisasi:
1.
Semua orang memandang perubahan
sebagai tujuan ketimbang sebagai sebuah proses yang memerlukan perencanaan,
persiapan, manajemen proyek dan perhatian yang konsisten.
2.
Visi tentang tujuan jangka pendek
maupun jangka panjang tidak jelas.
3.
Peninggalan program perubahan
organisasi sebelumnya yang gagal karena penanganan buruk menciptakan budaya
skeptis dan cenderung menghindari resiko.
4.
Gagal memberikan dukungan
pelatihan dan ketrampilan yang diperlukan dan memungkinkan karyawan mampu
beradaptasi dan menyesuaikan diri atas perubahan organisasi.
5.
Kurangnya komunikasi menyangkut
perubahan, termasuk memberi informasi kepada karyawan terlalu bertahap, yang
risikonya tumbuh gosip-gosip.
6.
Terlalu memfokuskan upaya
perubahan secara sempit pada satu aspek organisasi dan mengengabaikan
tketerkaitannya pada kehidupan organisasi.
Kegagalan juga merupakan dampak dari
kurang ahlinya agen perubahan, termasuk manajer, instruktur dan konsultan. Di
samping itu kegagalan juga disebabkan oleh :
1.
Manajer tidak menguasai prinsip
– prinsip manajemen perubahan.
2.
Manajer tergoda pada solusi
mudah dan perbaikan cepat.
3.
Manajer tidak menganggap
penting aspek budaya dan kepemimpinan dalam perubahan.
4.
Manajer mengabaikan aspek manusia
dalam mengelola perubahan.
Kotter menerapkan delapan kesalahan
manajer dalam memimpin perubahan :
1.
Tidak mampu menandaskan a sense of urgency.
2.
Tidak mampu menciptakan koalisi
pemandu yang kuat dari orang-orang kunci yang mampu bekerja sama dalam tim dan
memimpin upaya perubahan.
3.
Tidak memiliki visi untuk
mengarahkan upaya perubahan dan gagal mengembangkan strategi yang diperlukan
dalam mencapainya.
4.
Kurang berhasil
mengkomunikasikan visi baru dan dan tak mampu memberi teladan dalam menunjukkan
perilaku baru yang dibutuhkan bagi perubahan.
5.
Tidak mampumengatasi hambatan
bagi terwujudnya visi baru.
6.
Kurang sistematis merencanakan
dan menciptakan beberapa kemenangan jangka pendek sebagai tanda tercapainya
perbaikan kinerja, kurang memberi pengakuan dan poenghargaan bagi karyawanyang
terlibat.
7.
Mengumumkan kemenangan terlalu
cepat, yang bisa berdeampak matinya momentum, berhentinya proses perubahan dan
kembalinya tradisi lama.
8.
Tidak mampu menamcapkan perubahan
pada budaya perubahan.
Resistensi - Dampak utama dari kesalahan
yang dilakukan dalam mengelola perubahan adalah munculnya resistensi dari para
manajer atau para karyawan yang terkait terhadap perubahan yang dilakukan perusahaan.
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya
resistensi terhadap perubahan menurut Robbins dan Kreitner serta Kinicki adalah
:
1.
Kebiasaan. Manusia adalah
mahluk yang hidup dari kebiasaan yang dibangunnya. Kebiasaan manusia untuk
menjalankan kehidupannya cukup komplek. Manusia cenderung enggan merubah kebiasaan
yang telah dilakukan.
2.
Ketakutan terhadap munculnya
dampak yang tak diinginkan. Perubahan membuat seseorang bergerak dari situasi
yang ia ketahui menuju situasi yang tidak diketahuinya
3.
Faktor-faktor ekonomi.
Perubahan memberikan dampak ekonomi yang cukup besar terhadap seseorang, maka
dapat diramalkan bahwa resistensi dari orang orang yang bersangkutan terhadap
perubahan akan semakin kuat
4.
Tidak adanya kepercayaan dalam
situasi kerja. Seorang manajer mempercayai bawahannya akan memperlakukan
perubahan sebagai hal yang sifatnya terbuka, jujur dan partisipasif. Disisi
lain bawahan yang dipercaya atasannya melakukan upaya yang lebih baik dalam
menghadapi dan melihat perubahan sebagai sebuah kesempatan
5.
Takut mengalami kegagalan.
Perubahan pada pekerjaan yang menekan karyawan dapat memunculkan keraguan pada
karyawan akan kemampuannya untuk melakukan pekerjaan dengan baik.
6.
Hilangnya status atau keamanan
kerja. Pemanfaatan teknologi dalam dunia kerja dapat mempercepat proses kerja.
Hilangnya pekerjaan karyawan dapat diartikan sebagai hilangnya status dan
penghasilan. Maka karyawan cenderung untuk resisten terhadap perubahan.
7.
Tidak ada manfaat yang
diperoleh dari perubahan. Seseorang melakukan resistensi terhadap perubahan
bila yang bersangkutan melihat bahwa dirinya tidak akan memperoleh manfaat jika
melakukan perubahan.
Para pimpinan baik ditingkat direksi,
divisi atau departemen dan para pelaksana perubahan lainnya harus bekerja sama
dalam sebuah tim yang solid dalam melaksanakan perubahan ini.
Dengan demikian akan dapat
meningkatkan dukungan terhadap perubahan yang digulirkan dan mencegah
terjadinya resistensi terhadap perubahan.
I.
Dimensi Manusia dalam Perubahan
Upaya menggapai
tingkatan kinerja yang lebih tinggi mesti berangkat dari rasa percaya pada
potensi semua orang yang terkait perubahan, lalu membekali dan melatih dengan
tepat jika dibutuhkan. Asumsi dibenak manajer terhadap para karyawan amatlah
penting. Asumsi keliru berdampak pada gaya manajemen yang tak kondusif pada
komitmen dan perubahan.
Schein mengidentifikasikan empat tipe asumsi manajemen terhadap karyawan, dan implikasinya atas manajemen dan strategi desain pekerjaan diantaranya :
Schein mengidentifikasikan empat tipe asumsi manajemen terhadap karyawan, dan implikasinya atas manajemen dan strategi desain pekerjaan diantaranya :
1.
Manusia Rasional-Ekonomis
Model manusia rasional ekonomis dikembangkan sejak abad dua
puluh.Model ini mengasumsikan bahwa orang mengevaluasi pelbagai tindakan dan
memilih yang potensial memberikan manfaat maksimal. Asumsi umum ini dirinci
menjadi delapan asumsi spesifik, yaitu:
a.
Karyawan termotifasi oleh
insentif ekonomis, dan melakukan aktifitas yang menawarkan manfaat ekonomis terbesar.
b.
Karyawan bersikap pasif mesti
dimanipulasi, dimotifasi,dikontrol manajemen,karena manajemen yang mengendalikan
insentif ekonomis.
c.
Emosi rasional dan
mencampuradukan antara kalkulasi rasional dengan kepentingan pribadi mesti
dicegah.
d.
Organisasi dirancang sehingga
emosi karyawan tak mudah diprediksi, bisa dikendalikan dan dinetralisir.
e.
Manusia pada dasarnya malas dan
mesti dimotifasi dengan insentif eksternal.
f.
Tujuan pribadi karyawan
bertentangan dengan tujuan organisasi, maka diperlukan kekuatan eksternal guna
menggerakkan upaya agar selaras dengan tujuan organisasi
g.
Karyawan tak mampu
mengendalikan dan mendisiplinkan diri karena perasaan irasional mereka.
h.
Karyawan bisa dibagi menjadi
dua kelompok mereka yang cocok dengan asumsi di atas, dan mereka yang mampu
memotifasi diri.
2.
Manusia Sosial
Asumsi pandangan ini dirumuskan seperti berikut ini:
a.
Karyawan termotifasi pada
kebutuhan sosial melalui hubungan dengan orang lain.
b.
Rasionalisasi proses kerja
mencabut makna dari pekerjaan,mesti dicari dari hubungan sosial yang tercipta
saat bekerja.
c.
Kelompok rekan kerja dengan
rekanan sosialnya lebih direspon karyawan ketimbang insentif dan ko ntrol
manajemen.
d.
Agar karyawan merespon
manajemen, atasan memenuhi kebutuhan sosial dan kebutuhan untuk diterima.
Asumsi ”manusia sosial” berdampak
pada dua pendekatan:
a.
Pendekanan pada hubungan
manusia. Manajer sebagai penyokong karyawan yang simpatik dan membiarkan mereka
melakukan tugasnya ketimbang langsung main perintah untuk menyelesaikan
pekerjaan.
b.
Pendekatan sistem sosio-teknik.
Kebutuhan sosial karyawan dengan tuntutan teknis pekerjaan lebih condong pada
desain kerja kelompok ketimbang tugas individual.
3.
Manusia yang Mengaktualkan Diri
Pelbagai asumsi tentang pandangan bisa diringkas menjadi:
a.
Secara inheren, manusia
menentang tujuan organisasi.
b.
Karyawan berupaya bersikap
dewasa dalam tugasnya, menerapkan otonomi, mandiri dan bertanggung jawab, serta
meningkatkan ketrampilan dan kemampuan beradaptasi.
c.
Karyawan memotifasi dan
mengontrol diri, untuk mendorong mereka bekerja.
d.
Tak ada konflik inheren antara
aktualisasi diri dengan kinerja efektif organisasi.
e.
Asumsi rasional ekonomis dan
sosial membutuhkan imbalan ekstrinsik (ekonomis atau social) sebagai imbalan
kerja, sedang asumsi aktualisasi diri lebih bertumpu pada peluang untuk meraih
imbalan intrisik kepuasan atas kebutuhan yang lebih tinggi tingkatanya pada
lingkungan kerjanya
4.
Manusia Kompleks
a.
Manusia bersifat kompleks edan
selalu berubah.
b.
Karyawan bias saja mengadopsi
motif baru berkat pengalaman mereka.
c.
Motif karyawan bisa
berbeda-beda dalam berbagai situasi organisasi.
d.
Kerterbatasan kerja karyawan
bisa dikaitkan dengan beragam motif dan hasil berupa kinerja mereka.
e.
Cara karyawan merespon pelbagai
strategi manajemen bergantung pada motif, kemampuan serta sifat tugas mereka.
Persamaan Perubahan memberi cara
pandang yang bermanfaat guna menjawab pertanyaan – pertanyaan seperti “Apakah
saya sebaiknya berusaha membuat perubahan ? dan “Apa lagi yang bisa dilakukan
agar meningkatkan peluang kita dalam mengintrodusir perubahan secara efektif ?
5.
Memulihkan kembali harga diri
Perubahan sangat pelik dan penuh
tuntutan, maka dengan memadukan transisi manajemen, penanganan budaya dan
politik organisasi secara konstruktif, maka kita bisa menciptakan lingkungan
dimana kreatifitas, pengambilan resiko, pembelajaran pemulihan kembali harga
diri dan kinerja bisa terwujud.
6.
Menyediakan Informasi
Informasi bisa dibenarkan pada tataran individu guna melindungi
identitas, rencana dan tindakan, atau pilihan-pilihan bagi individu tersebut.
Keterbukaan dan bebagi informasi merupakan hal yang berharga sebagai sarana
untuk memfasilitasi perubahan.
7.
Berikan Orang Lain Waktu
Orang-orang membutuhkan waktu yang cukup besar dan perlu menata
waktu agar bisa sukses dan selamat di dalam menjalani perubahan besar. Bantu
mereka agar mampu melihat tonggak-tonggak penting, pekerjaan yang perlu
dilatih, tujuan yang hendak dicapai, sistem yang perlu dibuat agar berfungsi.
8.
Mengikutsertakan Orang Lain
Sejauhmana dan bagaimana semua orang diikutsertakan dalam situasi
perubahan mesti dipertimbangkan secara matang karena terdapat keuntungan dan
kerugian di dalamnya.
Keuntungan dan Kerugian dalam Melibatkan
Semua Orang
a.
Keuntungan
1)
Keputusan yang lebih baik
karena orang telah mempunyai pengetahuan yang lebih rinci tentang pekerjaan dan
system.
2)
Semua orang akan lebih bisa
memahami tujuan perubahan dan cara kerja system baru.
3)
Menciptakan perasaan memiliki (ownership).
4)
Mengarahkan kembali energi
untuk menunjang dan bukan menentang perubahan.
5)
Memungkinkan eksperimentasi .
6)
Membangun pemahaman yang lebih
baik tentang perubahan dan bagaimana cara mencapainya.
b.
Kerugian
1)
Memakan waktu lebih lama, terutama
pada tahap perencanaan.
2)
Karena itu, membutuhkan lebih
banyak waktu dan usaha pada tahap – tahap awal
9.
Melibatkan Semua Orang
a.
Kompleksitas perubahan dan
kuatnya keterkaitan antara berbagai unsur dalam perubahan.
b.
Penentangan yang sudah
diperkirakan dan derajat ketidak puasaan terhadap situasi yang ada.
c.
Tingkat kredibilitas orang-orang
yang mengajukan perubahan.
d.
Dampak perubahan pada semua
orang baik yang positif maupun yang negatif – berapa banyak `Pemenang`, berapa
banyak `pecundang`.
e.
Bila kualitas keputusan lebih
penting ketimbang akseptabilitasnya itu sendiri.
f.
Bila gosip kemungkinan besar
akan muncul apapun yang terjadi
J.
Budaya Organisasi
1.
Budaya Organisasi dan Perubahan
Menurut Wilson dan Rosenfield, budaya perusahaan bersifat sangat
pervasive dan mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan organisasi. Sementara
menurut Schwartz dan Davis bahwa : ‘Budaya mampu menumpulkan atau membelokkan
dampak perubahan organisasi yang sudah direncanakan secara matang’
Budaya Segmentalis Budaya Integratif
1)
Kompertamentalisasi tindakan,
peristiwa dan masalah.
2)
Melihat masalah sesempit
mungkin.
3)
Punya struktur yang terpecah – pecah
yang asing satu sama lain.
4)
Mengasumsikan masalah bisa
diatasi dengan membagi-baginya yang kemudian diserahkan pada spesialis yang
bekerja terpisah.
5)
Membagi sumber daya di antara
banyak bagian.
6)
Menghindari eksperimentasi.
7)
Menghindari konflik dan
konfrontasi.
8)
Mekanisme koordinasi lemah.
9)
Menekankan preseden dan
prosedur.
10)
Mau bergeser dari kearifan
lama.
11)
Menggabungkan gagasan dari sumber
– sumber yang tak berkaitan.
12)
Melihat masalah secara utuh.
13)
Menantang praktek – praktek
mapan.
14)
Beroperasi pada keunggulan
kompetensi.
15)
Mengukur diri dengan melihat
visi masa depan ketimbang mengacu pada standat masa lalu.
16)
Menciptakan mekanisme penyebaran
informasi dan gagasan baru.
17)
Mengakui dan bahkan mendorong
perbedaan, tapi bersedia bekerja sam.
18)
Orientasi ke luar.
19)
Mencari solusi baru bagi
permasalahan.
Selain itu Kanter juga memaparkan
sepuluh aturan untuk menghambat inovasi yaitu :
1)
Pandanglah secara curiga setiap
gagasan baru dari bawah karena asalnya dari bawah.
2)
Paksakan setiap orang yang
minta persetujuan anda untuk memulai beberapa tingkatan dulu untuk memperoleh
tanda tangan .
3)
Minta Departemen atau
perseorangan untuk saling menantang dan mengkritisi usulan yang lain.
4)
Nyatakan kritik anda secara
bebas dan pelitlah dengan pujian. Biar mereka tahu kalau mereka sewaktu-waktu
bias dipecat.
5)
Perlakukan penemuan masalah
sebagai tanda – tanda kegagalan, agar orang takut memberitahu anda kalau ada
sesuatu yang salah di departemen mereka.
6)
Kendalikan segalanya secara
cermat. Buat orang menghitung apapun yang bias dihitung sering – sering.
7)
Buat keputusan reorganisasi
atau perubahan kebijaakan secara diam – diam, dan buatlah selalu kejutan.
8)
Pastikan bahwa permintaan akan
informasi telah disetujui dan tak diberikan begitu saja pada semua manajer
(Anda tak ingin data jatuh ke tangan yang salah).
9)
Atas nama delegasi dan
partisipasi, tugaskan manajer bawahan anda tanggung jawab memikirkan bagaimana
mencatat, dan memindah karyawan atau meleksanakan keputusan yang bersifat
mengancam yang telah anda buat. Dan buat mereka agar segera melaksanakan..
10)
Dan akhirnya di atas itu semua,
jangan pernah lupa bahwa anda, sang atasan betul-betul sudah menguasai seluk
beluk bisnis ini.
Sementara itu Argyris dan Schon juga
telah mengidentifikasi hasil yang nampaknya menjadi aturan – aturan tertulis
dibalik hubungan organisasi yang mampu membekukan perubahan yaitu :
1)
Jaga agar pandangan anda
tentang isu – isu sensitive tetap rahasia, jadikan pembicaraannya secara
terbuka .
2)
Jangan munculkan dan uji
perbedaan – perbedaan pandangan mengenai masalah organisasi.
3)
Hindari melihat permasalahan
secara utuh, biarkan peta permasalahan tetap terpencar – pencar, kabur dan
meragukan.
4)
Lindungi anda secara unilateral
dengan menghindari konfrontasi langsung antar pribadi dan diskusi umum isu –
isu sensitive yang mungkin bisa memojokkan anda.
5)
Lindungi orang lain secara
unilateral – dengan menghindari diujinya asumsi – asumsi yang bisa memunculkan
perasaan negatif dan dengan cara melindungi mereka dari upaya yang menyalahkan
mereka.
6)
Kendalikan keadaan dan
penugasan – dengan memutuskan sendiri permasalahan dan bertindak berdasar
pandangan anda sendiri, dengan menjaga pandangan anda tetap rahasia dan
menghindari pertanyaan publik yang bisa mementahkan pandangan anda itu.
2.
Pembelajaran Organisasi dan
Jenis Budaya
Pembelajaran individual atau satu putaran biasanya merupakan jenis
pembelajaran yang terjadi dalam budaya segmentalis atau defensif. Ciri budaya
ini memnghambat penyebaran informasi dan keterbukaan yang diperlukan bagi
terjadinya pembelajaran organisasi. Karena itu, walau jenis budaya ini memungkinkan
perubahan ‘fine tuning’ dan ‘incremental adjustment’, namun disisi lain tak
mampu mendorong pemikiran radikal yang diperlukan untuk merubah arah organisasi,
yaitu perubahan strategis.
3.
Budaya Kuat dan Budaya Lemah
Budaya organisasi bisa berbeda – beda dalam derajat kekuatannya.
Budaya kuat menunjukkan dipahaminya bersama perspektif tentang bagaimana
kehidupan organisasi harus berjalan, dan disepakati sebagian besar anggota
organisasi. Sebaliknya, budaya lemah mengimplikasikan tak adanya budaya berpengaruh
yang dominan, di dalam organisasi ada beberapa budaya yang mungkin saling
bertentangan satu sama lain.
Budaya kuat juga dikatakan mampu mengangkat
kinerja organisasi. Menurut beberapa penulis ( misalnya, Kanter ), ada beberapa
formula budaya yang berkaitan erat dengan kinerja. Argumen mereka adalah
semakin dekat organisasi dengan formula – formula tersebut, makin besar
kemungkinannya organisasi akan berkinerja tinggi. Namun di sisi lain,
keberadaan budaya lemah yang terdiri dari berbagai sub kultur justru bisa
menjadi keunggulan. Budaya kuat yang sangat kuat menancap bisa juga menjelma
menjadi kelemahan apabila mereka begitu kuatnya, sehingga tak ada peluang bagi
non – konformitas yang mampu menciptakan inovasi dan kemampuan beradaptasi.
4.
Merubah Budaya untuk Mendorong
Perubahan Organisasi
Mengubah budaya sebuah organisasi bukanlah sebuah pekerjaan mudah, karena memang memerlukan cara mengukur budaya organisasi dalam hubungannya dengan perubahan organisasi. Schwartz dan Davis merancang sebuah cara pengukuran budaya dalam hal deskripsi bagaimana tugas – tugas manajemen ditangani dalam skala perusahaan dan hubungan antara atasan bawahan, rekan kerja dan antar bagian agar dapat dinilai tingkat kesesuaian budaya dengan setiap rencana perubahan strategis.
Mengubah budaya sebuah organisasi bukanlah sebuah pekerjaan mudah, karena memang memerlukan cara mengukur budaya organisasi dalam hubungannya dengan perubahan organisasi. Schwartz dan Davis merancang sebuah cara pengukuran budaya dalam hal deskripsi bagaimana tugas – tugas manajemen ditangani dalam skala perusahaan dan hubungan antara atasan bawahan, rekan kerja dan antar bagian agar dapat dinilai tingkat kesesuaian budaya dengan setiap rencana perubahan strategis.
5.
Relevansi Perubahan Budaya pada
Perubahan Organisasi
Penaksiran resiko budaya membantu manajemen mengetahui di mana
mereka akan menghadapi resistensi karena ketidak cocokan antara strategi dan
budaya. Hal ini memungkinkan kita membuat pilihan – pilihan yang menyangkut
apakah kita :
a.
Mengabaikan budaya.
b.
Mengelola di sekitaran budaya.
c.
Mencoba merubah budaya agar
sesuai dengan strategi.
d.
Merubah strategi agar sesuai
dengan budaya, mungkin dengan menurunnya ekspektasi kinerja.
6.
Mengabaikan Budaya
Mengabaikan budaya tidak dianjurkan, kecuali organisasi cukup punya
sumber daya untuk bertahan terhadap badai berikutnya dan kemungkinan kelesuan
bisnis.
7.
Mengelola di Sekitaran Budaya
Mengelola di sekitar budaya adalah opsi ke dua, karena dalam banyak
hal, ada banyak cara pencapaian tujuan yang diinginkan.
8.
Merubah Budaya
Banyak model perubahan terencana, salah satunya adalah enam langkah
perubahan efektif yang diajukan oleh Beer:
a.
Mobilisasi komitmen pada
perubahan melalui diagnosa bersama atas masalah – masalah bisnis.
b.
Kembangkan visi bersama tentang
bagaimana cara mengorganisasi dan mengelola agar memperoleh keunggulan
bersaing.
c.
Perkuat konsensus pada visi
baru, kompetensi untuk mewujudkannya dan kohesi untuk menggerakkannya .
d.
Sebarkan revitalisasi pada
semua bagian tanpa harus memaksakannya dari atas.
e.
Lembagakan revitalisasi melalui
kebijakan, system dan struktur formal.
f.
Monitor dan sesuaikan strategi
dalam merenpon masalah dalam proses revitalisasi.
9.
Merubah Strategi
Diperlukan kompromi antara berbagai pendekatan dalam mengelola
budaya organisasi dalam konteks perubahan organisasi penggunaan proses yang
mengkombinasikan edukasi dan system akan membantu merubah budaya organisasi
dalam kaitannya dengan perubahan organisasi.
K. Kepemimpinan dalam Masa
perubahan
1.
Pengertian Pemimpin
Kepemimpinan
merupakan salah satu unsure penentu keberhasilan organisasi, terlebih lagi dalam
menuju perubahan. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan kepemimpinan (leadership)
ada baiknya terlebih dahulu mengetahui arti pemimpin (leader). Hal ini disebabkan
kepemimpinan dilakukan oleh seorang pemimpin dan ia mengemban tugas dengan
beraktivitas untuk melaksanakan kepemimpinan tersebut.
Menurut Robbert D Stuart (2002: 352) bahwa pemimpin
adalah seorang yang diharapkan mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi, memberi
petunjuk dan juga mampu menentukan individu untuk mencapai tujuan organisasi.
Seiring dengan itu James P. Spillane (2006: 10) menyatakan bahwa pemimpin itu
agen perubahan dengan kegiatan mempengaruhi orang-orang lebih daripada pengaruh
orang-orang tersebut kepadanya.
2.
Konsep Kepemimpinan
Beragam
definisi dan konsep kepemimpinan yang ditemukan dalam berbagai bahan pustaka,
yang masing-masing berbeda dalam penekanan arti. Richard L. Daf (2005: 5) mendefinisikan
kepemimpinan (leadership) adalah suatu pengaruh yang berhubungan antara
para pemimpin dan pengikut (followers).
Kemudian Gibson menyatakan bahwa kepemimpinan adalah
suatu upaya menggunakan pengaruh untuk memotivasi orang-orang guna pencapaian
suatu tujuan. Masih berhubungan dengan pengaruh, Ken Blanchard yang dikutip
oleh Marcelene caroselli (2000: 9) menyatakan bahwa kunci untuk kepemimpinan
hari ini adalah “pengaruh” bukan “kekuasaan” selanjutnya ia mengatakan para
pemimpin tahu bagaimana mempengaruhi orang-orang dan membujuk mereka untuk
suatu tuntutan pekerjaan yang tinggi.
3.
Konsep Kepememimpinan Perubahan
Pada dasawarsa akhir ini, kepemimpinan lebih populer
dengan kepemimpinan perubahan. Richard L. Daff mengemukakan konsep kepepemimpinan
dalam satu definisi saja yaitu “kepemimpinan adalah merupakan suatu pengaruh
hubungan antara pimpinan dan pengikut (followers) yang bermaksud pada perubahan
dan hasil nyata yang mencerminkan tujuan bersama” Dari definisi tersebut
tercakup tujuh unsur yang esensial dalam kepemimpinan, (1) pemimpin (leader),
(2) pengaruh (Influence), (3) pengikut (Follower), (4) maksud (Intention),
(5) Tujuan bersama (shared purpose), (6) Perubahan (change), (7)
tanggung jawab pribadi (Personal responbility). Pengaruh adalah hubungan
timbale balik bukan satu arah antara pemimpin dengan pengikut dengan maksud dan
harapan terjadi perubahan yang berarti sebagai hasil dari tujuan bersama. Dari
pandangan Daff di atas dapat dipahami bahwa pengaruh tidak dikaitkan dengan
unsur kekuasaan maupun paksaan yang dilakukan pemimpin terhadap bawahan.
Pemimpin mempengaruhi bawahan dan juga bawahan dapat mempengaruhi pemimpin,
malahan menurut Daff pengikut yang baik bukanlah “Yes people” kadang-kadang
pemimpin yang efektif sama dengan pengikut yang efektif, hanya berbeda dalam
memainkan perannya. Kemudian unsure tanggung jawab pribadi dan integritas (personal
responbility and integrity) menunjukkan adanya tanggung jawab antara pimpinan
dan orang-orang yang ada dalam organisasi harus sama-sama mempunyai tanggung
jawab penuh untuk mencapai tujuan.
Sedangkan unsur perubahan (change) merupakan
hasil dari pimpinan dan pengikut yang menjadi harapan masa depan dan mereka sama-sama
menciptakan perubahan, bukan memelihara status quo. Atau dengan kata lain perubahan
adalah gambaran dari tujuan bersama (shared purpose). Jika dicermati
ketujuh elemen kepemimpinan yang dikemukakan oleh Daff, terkandung makna
penting, bahwa antara pimpinan dan pengikut tidak terdapat perbedaan yang nyata
dalam memberikan pengaruh dan tanggung jawab untuk mencapai perubahan. Yang
berbeda adalah peran antara pemimpin dan pengikut.
Dari beberapa definisi dan konsep kepemimpinan di atas
terlihat bahwa kepemimpinan pada artinya merupakan adanya kegiatan/aktivitas
mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk bekerja sama dalam rangka
mencapai tujuan bersama, apakah tujuan itu berupa perubahan organisasi dan
sebagainya.
Sehubungan dengan itu, Burt Nanus (1999:18) menemukan
model khusus yang digunakan untuk memahami peran pemimpin organisasi non profit
yang diwujudkan dalam kegiatan, yaitu:
a. Dalam organisasi (Inside the organization), peran
pimpinan berinteraksi dengan staf dan tenaga sukarela untuk memberikan
inspirasi, mendorong, menggerakkan dan memberdayakan mereka.
b. Ke luar organisasi (outside organization), peran
pimpinan mencari bantuan, dukungan dari donatur, mitra yang berpotensi dengan
para pimpinan bisnis di luar organisasi.
c. Pada masa operasi (present operation), pimpinan
memusatkan pada kualitas dan pelayanan, pada struktur organisasi, sistem
informasi dan aspek lainnya.
d.
Kemungkinan masa
depan (on future possiblities), pimpinan mengantisipasi trends serta
mengembangkan arah masa depan organisasi. Keempat hal tersebut terdiri dari
enam peran yang merupakan aktivitas pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya Sebagai agen perubahan, pemimpin adalah individu yang bertanggung
jawab untuk mengubah sistem dan tingkah laku anggota organisasi.
Dalam pelaksanaan pemimpin dapat mengunakan model empat langkah
Lewin. Kurt Lewin dan Schein mereka berpendapat bahwa perubahan yang sukses
dalam organisasi hendaknya mengikuti empat langkah, (1) keinginan untuk berubah
(desire of change), sebelum perubahan terjadi setiap individu harus merasakan
suatu kebutuhan, dapat berupa kekurangan-kekurangan dan ketidakpuasan selama
ini serta adanya keinginan untuk meningkatkan, (2) pencairan (unfreezing), yang meliputi
memberikan dorongan, membujuk melalui pendekatan-pendekatan dengan mengurangi
ancaman-ancaman maupun penolakkan sehingga setiap individu siap untuk berubah,
(2) merubah (changging) yang meliputi pemberian perubahan pada setiap
individu melalui pembelajaran baru pada sikap mereka, dalam hal ini pekerja
diberi informasi baru,model perilaku baru, dan cara baru dalam melihat sesuatu
sehingga pekerja belajar dengan sikap baru. dan (3) memantapkan (refreezing)
perubahan baru untuk membuat jadi permanen.
Definisi kepemimpinan yang dikemukakan baik Burt,
maupun Peter Hernon, pada dasarnya adalah sama, semua poin yang dikemukan Burt juga
terdapat dalam poin yang diajukan Peter. Pemimpin yang dapat menganalisa
pemanfaatan teknologi merupakan unsur yang amat penting (urgent) dalam
kepemimpinan perubahan dan harus diperhitungkan, apalagi bagi kepemimpinan
perpustakaan perguruan tinggi yang menuju ke perubahan dalam bidang teknologi
informasi. Bagaimana mungkin seorang
pemimpin perpustakaan tidak dapat berperan atau tidak menguasai teknologi informasi.
Merujuk pada konsep kepemimpinan di atas, yang dimaksud dengan kepemimpinan
adalah aktivitas/kegiatan atasan dalam mempengaruhi dan menggerakkan orang lain
untuk mencapai tujuan organisasi dengan aspek-aspek, (1) pimpinan yang
memberikan, mengembangkan dan menyebarkan visi (visioner), (2) sebagai komunikator,
(3) menjadi agen perubahan (change agent), (4) sebagai pelatih (coach)
dan (5)dapat menganalisa pemanfaatan teknologi informasi.
Konsep kepemimpinan berserta indicator-indikator di
atas, dikumpulkan dari teori-teori yang dianggap dianggap cocok untuk membawa organisasi
pada perubahan, karena untuk suatu perubahan pemimpin
harus seorang yang visioner, dan dapat berperan sebagai change agent, dapat
mengkomunikasikan perubahan baik ke luar maupun ke dalam organisasi, ia harus
menguasai teknologi informasi sehingga ia akan dapat bertindak sebagai pelatih
dari bawahannya. Kepemimpinan perubahan akan berhasil apabila ia kuat dan mampu
menjalankan perannya seperti yang disebutkan di atas, di samping itu beberapa
teori menyatakan bahwa kepemimpinan melalui pimpinannya berpengaruh langsung
terhadap perubahan organisasi hal ini sangat mendukung untuk pimpinan tersebut
melaksanakan perannya.
Pengaruh Langsung Kepemimpinan terhadap Perubahan Organisasi Pengaruh
kepemimpinan terhadap perubahan dinyatakan Hersey (2000: 491) bahwa pemimpin yang
berpengaruh, tidak melaksanakan perubahan dalam kondisi fakum, akan tetapi perubahan
itu disempurnakan dengan hati-hati melalui penciptaan berbagai bagian.
Selanjutnya
Hersey menjelaskan bahwa dengan pertimbangan dan pandangan terhadap
faktorfaktor yang mempengaruhi suksesnya perubahan, dampak-dampak positif dapat
diusulkan untuk terjadinya perubahan tersebut. Pendapat Anne Maria (1998: 217),
“Organizational change is an important
topic for manager, because a substantial part of their jobs requires the
information and implementation of planned organizational change” pendapat tersebut
menunjukkan bahwa perubahan organisasi yang direncanakan menjadi bagian dari
tugas seorang pimpinan.
Menurut Gibson (2006: 502) Apabila pada suatu kasus pimpinan melaksanakan
perubahan, dia harus mengantisipasi penolakan terhadap perubahan dan
mempersiapkan serta mengatasinya. Tentang adanya pengaruh langsung kepemimpinan
terhadap perubahan organisasi diperkuat oleh Yulkl (2002: 300-301) bahwa seorang
pemimpin dapat berbuat banyak untuk memfasilitasi kesuksesan pelaksanaan
perubahan, melalui tindakan politik termasuk menciptakan koalisi, membentuk
tim, memilih orang yang tepat untuk diletakkan pada posisi kunci, membuat
simbol perubahan, dan memonitor serta mendeteksi persoalan yang harus
diperhatikan.
Di sisi lain Daft (2005: 659) menambahkan, bahwa pemimpin dapat
mendorong dan mendukung kreatifitas untuk membantu pengikut dan organisasi agar
lebih menerima serta siap berubah. Pandangan Peter Hess, tentang pengaruh
kepemimpinan terhadap perubahan melalui tanggung jawab pemimpin dalam
menggerakkan orang-orang, yaitu “change
is leadership respobility. The
challenge is to move people beyond their evensiveness and resistance to the
point where they view change not as threat but as an opportunity”
BAB III
PENUTUP
Secara sederhana, kita bisa membagi masalah manajemen perubahan
menjadi dua pertanyaan utama, yaitu: ‘Perubahan apa yang mesti kita terapkan?’
dan ‘Bagaimana cara kita menerapkannya agar bisa sukses?’ Untuk menjawabnya,
kita butuh dua ketrampilan khusus: untuk mendiagnosa kebutuhan perubahan;
mengaudit kinerja; mengembangkan visi perbaikan; menggambarkan atau merumuskan
strategi baru. Mencapai tujuan perubahan juga butuh ketrampilan untuk
menyelesaikan tugas secara tuntas, untuk mendorong aksi.
Perubahan kerap mengganggu dan merusak.
Memang mnurut definisinya, perubahan mengusik keadaan ‘status quo’.
Kepemimpinan sangatlah penting karena untuk mencapai tujuan perubahan, kita
mesti menempatkan analisa dan aksi di atas konsensus, meski ketiganya sama-sama
diperlukan. Kita akan membicarakan perpaduan manajerial yang baru ini agar
proses perubahan bisa jalan secara efektif. Untuk itu, perlu dikembangkan dua
tema utama, yaitu:
1. Ketrampilan
manajerial apa yang dibutuhkan untuk mendorong perubahan organisasi secara
efektif?
2. Perubahan
berpotensi mengganggu dan merusak. Bagaimana orang mengalami perubahan dan
bagaimana cara membantu mereka mengatasi tekanan dari perubahan?
Agar bisa efektif mengelola perubahan,
diperlukan kemampuan untuk menciptakan keterpaduan antara anggota organisasi,
sumber daya, gagasan, peluang, dan tuntutan-tuntutan. Manajer butuh ketrampilan
seorang konduktor orkestra. Visi penting, dan kreatifitas bahkan lebih penting.
Namun, kemampuan menyusun rencana sistematis untuk penyediaan logistik sumber
daya, dukungan, pelatihan, dan s.d.m. merupakan inti semua program perubahan.
Karyawan mesti dibujuk dan dipengaruhi,
lintas batas antar bagian diseberangi atau bahkan ‘dihapus’, gagasan-gagasan
baru mesti diterima, cara kerja baru mesti diadopsi, dan standar baru kinerja
dan kualitas mesti dicapai. Politik organisasi juga masalah krusial. Dukungan
mesti dimobilisasi, koalisi dibangun serta didukung, oposisi harus
diidentifikasikan dan dirangkul. Karyawan perlu dukungan agar mampu mengatasi
stres, kecemasan dan ketidakpastian selama proses perubahan. Sebagian tradisi
dan aturan dijungkirbalikkan untuk memberi tempat bagi yang baru. Namun
demikian, kontinyuitas dan tradisi memberi stabilitas, support, dan makna bagi
pekerja dan tidak perlu dihancurkan begitu saja tanpa pertimbangan.
DAFTAR
PUSTAKA
Beer, Michael. Breaking
the Code of Change, USA: President and Fellow of Harvard College, 2002.
Bishop, Charles H Jr. Making Change Happen one person at a time:
assessing change within your organization, New York: AMACOM, 2001.
Bryson, JO. Effective Library and
Information Centre Management, England: Gower, 1990.
Caroselli, Marcelene, Leadership Skill for Managers, New York:
McGraw-Hill, 2000.
Daff, Richard L, The Leadership Experience. Canada:
Thomson, 2005.
--------------------. Management,
Chicago: The Dryden Press, 1988.
Davidson, Jeff, Change
Management, The Complete Ideal’s Duides, Jakarta : Prenada, 2005.
Gibson, James L at all., Organizations: behavior, structure,
Prossesses, Boston: McGraw-Hill, 2006.
Hersey, Paul; Kenneth h.Blanchard;
Dewey E.Johnson. Management of
Organizational Behavior: utility human resources, New Yersey: Prentice
Hall, 1996.
Hussey, D.. E., How to Manage
Organisational Change, London : Kogan Page limited, 2000.
Nanus, Burt and Stephen M. Dobbs. Leaders Make Different Strategies for
Meeting the Non Profit Challenge, San Francisco: Jossey bass, 1999.
Potts, Rebecca and LaMarsh, Jeanne,
Managing for Success, London : Duncan Baird Publishers, 2004.
Spillane, James p. Distributed leadership,
San Francisco: Jossey Bass, 2006.
Uyung Sulaksana, Managemen
Perubahan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003.
Wibowo, Dr.,S.E.,M.Phil. Managing
Change, Pengantar Manajemen Perubahan, Pemahaman Tentang Mengelola Perubahan
dalam Manajemen, Bandung : LFABETA, 2006.
-------------------------------.
Manajemen Perubahan, Raja Grafindo Persada, Juakarta, 2006.
Winardi, Prof.Dr.J., S.E.,
Manajemen Perubahan, Prenada Media, Jakarta, 2005.
Yulk, Gay A. alih bahasa Jusuf
Udaya. Kepemimpinan dalam Organisasi,
Jakarta: Prenhallindo, 1998.