Minggu, 13 Mei 2012

MANAJEMEN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perubahan tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia.  Perubahan mulai disadari  menjadi bagian yang penting dari suatu organisasi diawali sekitar 40 tahun yang lalu. Dimulai oleh dunia usaha yang lebih dulu menyadari pentingnya  perubahan bagi peningkatan kualitas produksi yang dihasilkan. Berbagai upaya dan pendekatan telah dilakukan untuk  memecahkan masalah yang timbul akibat adanya perubahan.
Terjadi perubahan besar - besaran di dunia bisnis dari sektor komputer sampai jasa keuangan, dari sektor telekomunikasi sampai layanan kesehatan. Saat ini banyak organisasi sepakat bahwa kehidupan berorganisasi semakin menjadi tidak pasti, seiring dengan langkah perusahaan yang makin terpacu dan masa depan menjadi makin sulit diprediksi. Namun demikian semua sepakat perubahan semakin cepat terjadi. Dunia bisnis sedang dan akan terus mengalami perubahan yang makin cepat, walau arah perubahan tidak mudah diprediksi. Walhasil para manager dan pembuat keputusan perlu lebih memahami kemana angin perusahaan bertiup, karena setiap waktu dapat menentukan hidup matinya perusahaan.
Perubahan mempunyai manfaat bagi kelangsungan hidup suatu organisasi, tanpa adanya perubahan maka dapat dipastikan bahwa usia organisasi tidak akan bertahan lama. Perubahan bertujuan agar organisasi tidak menjadi statis melainkan tetap dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman, kemajuan teknologi adalah peningkatan pola perubahan organisasi menuju perkembangan yang berkualitas

B.     Rumusan Masalah
Melihat pentingnya fungsi manajemen perubahan, artinya memahami dan menerapkan strategi yang diperlukan dalam menghadapi perubahan dan perkembangan kehidupan baik dari sisi kultur, social maupun lingkungan sebagai tempat sebuah organisasi hidup dan berinteraksi, maka dalam makalah ini, diantaranya akan membahas mengenai:
1.      Definisi Perubahan dan Manajemen Perubahan
2.      Mazhab-mazhab Dasar Teori Perubahan,
3.      Tipologi Perubahan,
  1. Pendekatan manajemen perubahan untuk mencapai tujuan: Perubahan Terencana, Strategi Perubahan dan Organisasi Pembelajar,
5.      Mengelola Perubahan Besar,
6.      Membuat Program Perubahan,
7.      Kegagalan Perubahan,
8.      Dimensi Manusia dalam Perubahan,
9.      Budaya Organisasi,
10.  Kepemimpinan dalam Masa perubahan.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Perubahan dan Manajemen Perubahan
1.      Definisi Perubahan
Jeff Davidson menjelaskan bahwa perubahan merujuk pada sebuah terjadinya sesuatu yang berbeda dengan sebelumnya. Perubahan bisa juga bermakna melakukan hal-hal dengan cara baru, mengikuti jalur baru, mengadopsi teknologi baru, memasang sistem baru, mengikuti prosedur-prosedur manajemen baru, penggabungan (merging), melakukan reorganisasi, atau terjadinya peristiwa yang bersifat mengganggu (disruptive) yang sangat signifikan. Rumusan perubahan yang diungkapkan oleh Davidson tersebut, bahwa perubahan organisasi termasuk lembaga pendidikan tinggi bisa terjadi di berbagai aspek kehidupan organisasi (Davidson,2005:3).
Michel Beer (2000: 452) menyatakan berubah itu adalah memilih tindakan yang berbeda dari sebelumnya, perbedaan itulah yang menghasilkan sustu perubahan. Jika pilihan hasilnya sama dengan yang sebelumnya berarti akan memperkuat status quo yang ada. Selanjutnya Winardi (2005: 2) menyatakan, bahwa perubahan organisasi adalah tindakan beralihnya sesuatu organisasi dari kondisi yang berlaku kini menuju ke kondisi masa yang akan dating menurut yang di inginkan guna meningkatkan efektivitasnya. Sejalan dengan itu Anne Maria (1998: 209) berpendapat, bahwa perubahan organisasi adalah suatu tindakan menyusun kembali komponen-komponen organisasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi. Mengingat begitu pentingnya perubahan dalam lingkungan yang bergerak cepat sudah saatnya organisasi tidak menunda perubahan, penundaan berarti akan menghadapkan organisasi pada proses kemunduran.
Potts dan LaMarsh melihat bahwa perubahan merupakan pergeseran dari keadaan sekarang suatu organisasi menuju keadaan yang diinginkan di masa depan. Perubahan dari keadaan sekarang tersebut dilihat dari sudut struktur, proses, orang dan budaya. Perubahan lembaga menurut Potts dan LaMarsh dibatasi pada aspek struktur organisasi, proses, orang dan budaya organisasi (Potts, 2004:36).
Menurut Hussey, faktor pendorong terjadinya perubahan adalah perubahan teknologi yang terus meningkat, persaingan semakin intensif dan menjadi lebih global, pelanggan semakin banyak tuntutan, profil demografis negara berubah, privatisasi bisnis milik masyarakat berlanjut dan stakeholders minta lebih banyak nilai (Hussey, 2000:6).

2.      Definisi Manajemen Perubahan
Manajemen Perubahan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi. Perubahan  dapat terjadi karena sebab-sebab yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi tersebut
Manajemen perubahan merupakan suatu proses secara sistematis dalam menerapkan pengetahuan, sarana dan sumber daya yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena dampak dari perubahan tesebut. (Wibowo, 2006:36).

B.     Mazhab-mazhab Dasar Teori Perubahan
Teori dan praktek manajemen perubahan melibatkan banyak disiplin serta tradisi ilmu – ilmu sosial. Managemen Perubahan bukanlah suatu disiplin ilmu terpisah dengan batasan-batasan kaku yang terdefinisikan dengan jelas.
Masalahnya kemudian semakin dipersulit lagi karena kesalingterkaitan ilmu-ilmu sosial itu sendiri. Misalnya, teori pembelajaran, yang membantu kita memahami perilaku mereka yang mengelola perubahan, tidak dapat dilepaskan sepenuhnya tanpa kita mengacu ilmu psikologi.
Ada tiga mazhab pemikiran sebagai pembentuk fondasi untuk bersandarnya teori-teori managemen:
1.      Mazhab Perspektif Individual
Pedukung mazhab ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
a.       Psikolog Behavioris
Memandang perilaku sebagai hasil interaksi seseorang dengan lingkungannya. Bagi Behavioris, semua perilaku dipelajarai dan dalam mewujudkan perubahan organisasi dengan cara mengubah stimuli eksternal yang mampu mempengaruhi individu.
b.      Gestalt-Field
Meyakini bahwa penjelasan itu belum mencakup konsepnya secara utuh. Mereka menyatakan bahwa perilaku seseorang merupakan produk lingkungan dan penalaran sedang pembelajaran merupakan suatu proses perolehan atau perubahan wawasan, pandangan, ekspektasi atau pola pemikiran. Perilaku bukan sekedar produk stimuli eksternal, namun lebih bisa dijelaskan dari cara individu memakai penalarannya untuk menginterprestasikan stimuli.
Kedua kelompok di atas terbukti sangat berpengaruh dalam literatur managemen perubahan; bahkan sejumlah penulis menyarankan penggunaan kedua teori tersebut secara berurutan.
2.      Mazhab Dinamika Kelompok
Mazhab ini memiliki sejarah sangat panjang dan menekankan pada pencapaian perubahan organisasi melalui team atau kelompok kerja, ketimbang pada individu. Menurut Lewin, bahwa orang-orang dalam organisasi bekerja dalam kelompok, maka perilaku individual bisa dimodivikasi atau diubah dalam kaitannya dengan praktek-praktek dan norma kelompok.
Lewin menyatakan bahwa perilaku kelompok merupakan rangkaian rumit interaksi simbolik dan daya-daya kekuatan yang tidak hanya mempengaruhi struktur kelompok, namun juga mampu mengubah perilaku individu. Karenanya, perilaku individu merupakan fungsi dari lingkungan kelompok atau medan dari mana tercipta kekuatan dan ketegangan yang bersumber dari tekanan kelompok pada setiap anggotanya.
3.      Mazhab Sistem Terbuka
Menurut Mazab Sistem Terbuka, organisasi terdiri dari pelbagai subs istem yang saling berkaitan.
Perubahan salah satu sitemnya berdampak pada bagian lain dalam sistem, akhirnya pada kinerja keseluruhan. Pendekatan perubahan Mazab Sistem Terbuka didasarkan pada metoda diskripsi dan evaluasi pel bagai sub sistem.
Organisasi dipandang sebagai sistem “terbuka” dijelaskan dalam dua sudut pandang yaitu:
a.       Pertama Organisasi terbuka dan berorientasi dengan lingkungan eksternalnya
b.      Kedua Organisasi terbuka secara internal saling berkaitan satu sama lain
Tujuan pendekatan Sistem Terbuka adalah untuk menata fungsi suatu bisnis sedemikian rupa melalui koordinasi dan saling ketergantungan lini-lini yang didefinisikan dengan jelas.
Sistem utama organisasi menurut Miller ada 4 sub :
a.       Sub-sistem tujuan dan nilai organisasi :
Organisasi memastikan tujuan dan nilainya selaras tidak hanya antara keduanya namun dengan lingkungan eksternal dan internal.
b.      Sub-sistem teknis:
Merupakan kombinasi spesifik dari pengetahuan, tekhnik dan tekhnologi organisasi dapat berfungsi. Keselarasan dan kelayakan kombinasi kaitannya dengan tuntutan spesifik organisasi
c.       Sub-sistem psikologi:
Tersusun dari relasi peran, nilai – nilai dan norma yang mengikat orang menjadi satu dan membuat masyarakat miniatur tertentu, dipengaruhi lingkungan organisasi. Jika sub sistem psikologi lemah, maka akan terpecah belah.
d.      Sub-sistem manajerial :
Menjangkau seluruh organisasi, menghubungkan dengan lingkungan, menentukan nilai, mengembangkan rencana strategis dan operasional secara utuh, merancang struktur menerapkan proses kontrol.
Sub-sistem ini yang bertanggung jawab mengarahkan organisasi dan memastikan tercapainya tujuan.

Perubahan menurut Burke dipengaruhi oleh 3 hal :
1.      Sub sistem saling bergantung. Organisasi tanpa mengindahkan ketergantungan terhadap keseluruhan organisasi, maka hasilnya kemungkinan besar tidak akan optimal.
2.      Pelatihan sebagai mekanisme perubahan tidak akan berhasil tanpa dukungan mekanisme lainnya. Seperti dinyatakan Burke “Walau pelatihan mampu membawa perubahan individual pada kelompok kecil namun tidak cukup bukti bahwa upaya - upaya untuk mengubah individu pada akhirnya mampu mengubah organisasi”.
3.      Supaya sukses, organisasi mesti membuka sumbat dan mengarahkan energi serta bakat para karyawannya. Lantaran mengubah pula norma – norma, sitem imbalan dan struktur pekerjaan, maka harus dengan pendekatan perspektif organisasional, tidak sekedar perspektif individu dan kelompok.
Butler mengatakan bahwa “Sistem sosial adalah entitas amat dinamis dan kompleks yang sulit didesskripsikan dan dianalisa, maka kita bisa saja mudah tersesat dalam upaya memilah-milahkan hubungan sebab - akibatnya”

C.    Tipologi Perubahan
1.      Pemicu Perubahan
Perusahaan makin berorientasi pada pelanggan dan pertumbuhan, maka makin bergerak cepat dan menggelobal. Champy dan Nohria dari AS menyebutkan 3 pemicu utama yang menggerakkan perubahan :
a.       Tehnologi : Khususnya TI, yang menstranformasi bisnis yang sedemikian dramatis.
b.      Pemerintah : Peninjauan ulang dalam bisnis, hampir semua pemerintah di seluruh dunia menggerakkan deregulasi, privatisasi dan perdagangan bebas.
c.       Globalisasi : Banyak perusahaan di seluruh dunia bersaing men-deliver layanan yang sama, di mana saja, kapan saja dengan harga yang kompentitif pada organisasi dan perusahaan agar mampu menata diri dengan cara radikal.

Hussey mengidentifikasi “persaingan” konsumen makin menuntut, kecepatan teknologi menjadi usang dan tekanan untuk men-deliver value bagi pemegang saham sebagai pemicu perubahan berjangka panjang. Daya penggerak yang sama mengubah karakteristik baik organisasi bisnis maupun organisasi publik untuk komparasi pelbagai respon organisasi terhadap perubahan.
Menurut Champy dan Nohria, organisasi bisnis bertransformasi ke bentuk baru berkat persaingan global, terobosan teknologi, menunjukkan ciri – ciri sebagai berikut:
a.       Berbasis informasi.
b.      Makin terdesentralisir, makin terjalin lewat teknologi.
c.       Cepat beradaptasi dan sangat lincah.
d.      Kreatif dan kolaboratif dengan struktur berbasis tim.
e.       Stafnya lebih banyak diwarnai pekerja pakar.
f.       Swakendali, prinsip kerja dan kepercayaan nyata
Jenis – jenis Perubahan Sifat – sifat perubahan organisasi ada 3 jenis menurut Grundy:
a.       Perubahan sebagai, “Smooth incremental change”
Perubahan ini terjadi secara lambat, sistematis dan dapat diprekdisikan.
Smooth incremental change mencakup perubahan yang berlangsung pada kecepatan konstan.
b.      Perubahan sebagai, “Bumpy incremental change,“ sebagai periode relatif, tenang di sela percepatan gerak perubahan. Perubahan ini mencakup perubahan lingkungan organisasi, bersumber dari perubahan internal seperti tuntutan peningkatan efisiensi dan perbaikan metode kerja. Contoh: Reorganisasi secara periodik dilakukan perusahaan.
c.       Perubahan sebagai, “Discontinuous change,“ Perubahan yang ditandai pergeseran cepat atas strategi, struktur atau budaya. Contoh: Privatisasi sektor strategis yang dikuasai negara yaitu privatisasi sektor telekomunikasi.

Konvergensi dan pergolakan perusahaan penggambaran perubahan ala Tushman, Newman, Romanelli, walau mirip dengan Grundy, didasarkan pada penelitian berbagai perusahaan.
Tushman dkk. mengajukan dua jenis converging change:
a.       Penyetelan atau fine tuning.
b.      Penyesuaian inkremental atau incremental adaptation

2.      Tujuan Perubahan
Perubahan itu bertujuan menjaga kecocokan antara strategi, struktur, proses organisasional. Penyetelan atau fine tuning uintuk memperbaiki aktifitas yang berjalan baik, Penyesuaian inkremental sebagai respon atas pergeseran kecil lingkungan di mana perusahaan beroperasi.
Kebutuhan discontinuous change timbul karena faktor sebagai berikut:
1.      Fenomena diskontinuitas industri, perubahan drastis situasi hukum politik yang mengubah sifat dan aturan persaingan. Hal ini mencakup deregulasi, subsitusi, teknologi produk, subsitusi teknologi proses, ekonomi secara nyata. Contoh: krisis minyak.
2.      Pergeseran daur hidup. Perubahan strategi dari peluncuran produk baru hingga tahap penguasaan pasar.

Perubahan sistem yang bersifat revolusioner lebih cepat ketimbang perubahan inkremental dalam sistem, hal ini mencakup sebagai berikut:
1.      Reformasi misi dan nilai – nilai inti – perumusan ulang misi perubahan.
2.      Pergeseran kekuasaan dan status – merefleksikan pergeseran persaingan dan alokasi sumber daya.
3.      Reorganisasi – strategi memerlukan modifikasi struktur, sistem dan prosedur, perubahan bentuk organisasi.
4.      Revisi terhadap pola interaksi – pembaharuan prosedur arus kerja, jaringan komunikasi, pola pengambilan keputusan.
5.      Eksekutif baru – biasanya dari luar perusahaan.

Frame breaking change sebagai perubahan revolusioner karena sifat perubahannya menuntut perumusan keseluruhan perusahaan. Alasan dibalik implementasi frame breaking change:
1.      Sinergi – semua perusahaan bergerak serentak.
2.      Kantong resistensi – peluang berkembang dan memperkuat diri apabila frame breaking change berjalan lambat.
3.      Kebutuhan perubahan yang dibatasi – apabila hambatan diperlonggar, perubahan menjadi mode.
4.      Resiko dan ketidak pastian - semakin lama waktu implementasi berlangsung ketidakpastian dan ketidak stabilan.

Planned change dan Emergent change, perusahaan berupaya menjaga keseimbangan antara daya kekuatan pendorong perubahan dengan pendorong stabilitas.
Jika perusahaan mampu merespon kebutuhan secara berkesinambungan, tak perlu mengalami pergolakan secara periodik.
Relevansi isyarat ditentukan bukan oleh aktifitas kompetitief, namun oleh konstruk paradigma, fenomena penyimpangan strategis akan terjadi secara perlahan, tidak begitu kentara yaitu dimana strategi perusahaan akan tidak memadai menghadapi pelbagai tuntunan lingkungan. Perubahan perencana dan Emergent change tidak bisa dibedakan secara tajam. Komparasi berbagai permodelan perubahan dikaitkan dengan daya pendorong perubahan lingkungan.
3.      Perubahan Terprediksi
Daur perkembangan dan aktifitas merupakan bagian dalam kehidupan, konsep daur hidup organisasi dipakai untuk menggambarkan perusahaan ketika tumbuh dan berkembang ditinjau dari aspek ukuran dan kedewasaan perusahaan.
Menurut Greiner aktifitas perusahaan melalui 5 tahapan yang masing – masing merupakan tahap evolusi dan revolusi dilengkapi oleh kategorisasi Clarke mengenai karakteristik dan masa krisis setiap tahap pertumbuhan.
a.       Tahap Entrepreneurial
Meredam pertumbuhan dan tetap menjadi kecil resikonya tak mampu bersaing dan merekrut manajemen professional.
b.      Tahap Kolektif
Organisasi makin mantap, tugas – tugas internal dialokasikan serta pemegang wewenang untuk mengerjakan yang makin jelas.
c.       Tahap Formalisasi
Menurut keputusan strategis dan mengimplementasikan kebijakan tugas manajemen menengah yang menjalankan dan mengawasi keputusan operasional.
d.      Tingkat Globalisasi
Mengidentivikasi situasi perusahaan, membantu para manajer merencanakan perubahan yang diperlukan dan memahami perubahan. Perusahaan perlu mengembangkan cara untuk merealisasikan perubahan dari satu tahap ke tahap berikutnya.

Diagnosa Situasi Perubahan Menurut Pettigren dan Whipp dalam laporan penelitian perusahaan Inggris ada 4 sektor industri yaitu:
a.       Sukses bersaing.
b.      Manajemen perubahan strategis.
c.       Operasi harus mempertimbangkan proses yang tak pasti.
d.      Emergent
Model Greiner tentang daur hidup perusahaan untuk mengetahui saat kapan perubahan organisasi menghasilkan kesepakatan rencana perusahaan.  Mencari Break Point. Strebel mengajukan model perilaku industri mirip dengan model Greiner tentang konsep daur perilaku organisasi. Jika Greiner mengaitkan modelnya pada perubahan struktur dan manajemen organisasi, Strebel mengaitkan modelnya pada kompetitief perusahaan. Daur perilaku kompetitief evolussioner mengenalkan ide breakpoint yaitu periode dimana perusahaan harus merubah strategi untuk merespon perubahan perilaku pesaing.
Daur perilaku kompetitief mencakup 2 tahapan utama:
a.       Tahapan inovasi ketika seseorang menemukan peluang bisnis baru.
b.      Pemusatan, persaingan memotong biaya dan berkonsolidasi sehingga keuntungan merosot dari pemotongan biaya.
Daur kompetitief menunjukkan ada 2 tipe breakponit:
a.       Divergent Breakpont yang terkait dengan peningkatan tajam keberagaman jenis tawaran kompetitief dengan penekanan bagaimana memberi lebih banyak value bagi pelanggan.
b.      Convergent Breakpoint yang terkait dengan perbaikan tajam dalam sistem dan proses dalam men-deliver tawaran, jadi mendorong deliverid cost yang lebih rendah
Sejumlah indikator umum untuk memicu breakpoint:
a.       Kompetitor : Convergence muncul berbagai produk jasa dan image makin mirip.
b.      Konsumen : perbedaan produk dianggap semu dan segmentasi pasar mulai terpecah.
c.       Distributor : daya tawar industri kerap bergeser kepada distributor yang mengadu domba pelaku persaingan
d.      Pemasok : tak dapat menyediakaan keunggulan kompetitief, karena setiap orang tahu bagaimana memakai input mereka

Divergen lebih sulit diantisipasi lantaran didasarkan pada produk yang belum ada. Namun jika faktor berikut telah ada maka industri telah siap menerima produk baru yang memisahkan dengan masa lalu, yaitu:
a.       Pelanggan              : Pasar makin jenuh diiringi kemerosotan pertrumbuhan dan ketidak puasan konsumen.
b.      Pesaing baru          : keresahan pelanggan mengundang pelaku baru
3. Kompetitor : penurunan laba memaksa pelaku persaingan bereksperimen dengan.
c.       Tawaran baru atau mencari keuntungan di bidang lain.
d.      Distributor : mereka tertinggal karena harus beradaptasi dengan tawaran baru.


4.      Tipe perubahan
Tipe perubahan terdiri dari 3 tipe yang berbeda, dimana setiap tipe memerlukan strategi manajemen perubahan yang berbeda pula.  Tiga macam perubahan tersebut adalah:
a.       Perubahan Rutin, dimana telah direncanakan dan dibangun melalui proses organisasi;
b.      Perubahan Peningkatan, yang mencakup keuntungan atau nilai yang telah dicapai organisasi;
c.       Perubahan Inovatif, yang mencakup cara bagaimana organisasi memberikan pelayanannya.
Tidak ada satupun pendekatan yang sesuai untuk Manajemen Perubahan.  Metoda-metoda yang digunakan untuk komunikasi, kepemimpinan, dan koordinasi kegiatan harus disesuaikan dalam menemukan kebutuhan masing-masing situasi perubahan. 


D.    Pendekatan Manajemen Perubahan untuk Mencapai Tujuan
1.      Perubahan Terencana
Perubahan terencana merupakan istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin untuk membedakan perubahan yang sengaja digerakkan dan direncanakan organisasi dengan perubahan yang berlangsung tidak disengaja.
Menurut French dan Bell : Pengembangan Organisasi (PO) merupakan strategi perbaikan organisasi. PO telah menjelma menjadi kerangka terpadu teori dan praktek serta mampu memecahkan masalah yang dihadapi.
Prinsisp-prinsip dasar PO ialah sperangkat nilai, asumsi dan etika yang menekan pada orientasi kemanusiaan dan komitmen efektifitas organisasi.
Ada 4 nilai dasar PO :
a.       Keyakinan bahwa kebutuhan dan aspirasi manusia merupakan alasan utama keberadaan organisasi dalam masyarakat.
b.      Agen perubahan meyakini bahwa prioritasisasi organisasi bagian syah budaya organisasi.
c.       Agen perubahan berkomitmen meningkatkan efektivitas organisasi.
d.      PO memberi nilai tinggi pada demokratisasi organisasi melalui kesetaraan.

Ada 5 nilai adopsi untuk menerapkan 4 nilai dasar menurut Hurley dkk:
a.       Memberdayakan karyawan untuk bertindak.
b.      Menciptakan keterbukaan dalam komunikasi.
c.       Memfasilitasi rasa-memiliki pada proses perubahan dan hasilnya.
d.      Meningkatkan budaya kerja sama.
e.       Meningkatkan pembelajaran yang berkesinambungan

Lewin merupakan seorang pejuang kemanusiaan yang meninggal pada usia muda yang meyakini kekuatan demokrasi untuk meningkatkan hidup manusia. Lewin berkeyakinan bahwa dengan menyelesaikan konflik sosial, baik dalam bidang religius, ras, pernikahan ataupun industri, maka kondisi manusia dapat ditingkatkan.
Lewin berupaya memahami dan menjelaskan saling ketergantungan atara individu dengan kelompok, serta daya-daya kekuatan yang menjaga status quo kelompok. Daya-daya ini tidak hanya mempengaruhi struktur kelompok tapi juga mengubah perilaku individu.
Penelitian Tindakan Nyata (Action Research). Action Research adalah penelitian dengan tindakan yang bertujuan membuat makin efektif. Action Research merupakan proses pengumpulan data riset secara sistimatis.
Action Research dikelompokkan menjadi 3 :
a.       Organisasi ( Manajer senior ).
b.      Subyek ( Karyawan dari bagian yang berubah ).
c.       Agen Perubahan (Konsultan internal/eksternal).

Ketiga entitas tersebut membentuk komunitas pembelajaran melalui riset untuk dicarikan solusi masalah organisasi / kelompok.Action Research merupakan proses bercabang dua:
a.       Pendekatan menitikberatkan bahwa perubahan butuh tindakan.
b.      Tindakan yang berhasil didasarkan pada analisa situasi secara tepat, lalu memilih yang paling sesuai untuk diterapkan.

Walaupun Action Research telah memperoleh banyak pengikut, namun dalam penerapannya masih memiliki hambatan yaitu perlunya komitmen baik dari manajeman maupun subyek perubahan.
Action Research masih diapresiasikan dalam mengelola perubahan dan mengatasi konflik sosial, tidak terbatas dalam organisasi namun juga dalam masyarakat secara luas.
Model Perubahan Tiga Langkah (menurut Lewin) :
a.       Pencairan tingkatan sekarang.
b.      Perpindahan ke tingkatan baru.
c.       Pembekuan / pemantapan tingkatan baru.

Keyakinan bahwa kemauan dari subyek perubahan merupakan unsur penting baik dalam membuang perilaku lama, pencairan dan perpindahan ke perilaku baru.
Pencairan dan perpindahan secara garis besar sama dengan Action Research.
Pencairan meliputi upaya memperlemah daya kekuatan membentuk perilaku organisasi masa kini. Menurut Rubin, pencairan memerlukan bentuk pertemuan konfrontatip bagi yang terkait dangan perubahan.
Perpindahan mencakup tindakan atas hasil langkah sebelumnya. Tindakan perpindahan menuju ke situasi yang lebih baik membutuhkan pengembangan perilaku, nilai – nilai dan sikap – sikap baru melalui perubahan struktur dan proses organisasi.
Pemantapan merupakan langkah terakhir dalam model tiga langkah dan menjadi titik perbedaan dengan Action Research. Pemantapan menciptakan kestabilan dalam organisasi dan memastikan cara – cara kerja baru yang mencakup proses sosialisasi.
Fase – fase dan Perubahan Terencana, untuk memahami Perubahan Terencana, tidaklah cukup dengan memahami proses yang mendorong perubahan, namun ada apresiasi tahap yang dilalui organisasi untuk pindah dari keadaan yang tidak memuaskan ke masa depan yang diinginkan.
Bullock dan Batten menggambarkan Perubahan Terencana menjadi dua dimensi:
a.       Tahap – tahap perubahan : tingkatan keadaan yang dilalui organisasi ketika menerapkan Perubahan Terencana.
b.      Proses – proses perubahan : metode yang dipergunakan untuk menggerakkan organisasi dari keadaan satu ke lainnya.

Tahap perubahan dan proses perubahan yang menyertainnya:
a.       Fase Eksplorasi yaitu Organisasi meninmbang dan memutuskan membuat perubahan Spesifik dalam operasinya dan mengalokasikan sumber – sumber daya untuk merencanakan perubahan dalam membantu pemecahan perubahan. Tumbuhnya kesadaran dan perlunya perubahan guna membantu perencanaan serta penerapan perubahan.
b.      Fase Perencanaan yaitu Proses perubahan yang terkait adalah mengumpulkan informasi agar dapat ditetapkan diagnosa masalah secara tepat, tujuan perubahan dan tindakan yang diperlukan guna mencapai tujuan.
c.       Fase Tindakan yaitu tahap ini organisasi mengimplementasikan perubahan hasil perencanaan. Proses perubahan dirancang untuk menggerakkan organisasi dari keadaan sekarang menuju ke masa depan.
d.      Fase Integrasi yaitu tahapan ini segera dimulai begitu perubahan telah sukses diimplementasikan. Proses perubahan meliputi konsolidasi dan stabilisasi perubahan guna menguatkan perilaku baru melalui umpan balik dan sistem imbalan serta mengatur para manajer dan karyawan secara terus - menerus memonitor perubahan dan upaya – upaya perbaikan.

2.      Perubahan Sifat Pengembangan Organisasi
Pengembangan organisasi merupakan proses menerapkan pengetahuan, praktek – praktek ilmu perilaku untuk membantu organisasi dalam meraih efektifitas yang lebih tinggi
Perkembangan khusus dalam perluasan perspektif:
a.       Munculnya gerakan Desain Pekerjaan terutama munculnya Teori Sistem Sosio – Tehnik yang makin menyadari bahwa tidak bisa lagi berkonsentrasi kelompok atau individu namun menimbang-nimbang sistem lain.
b.      Perspektif berskala organisasi telah mendorong praktisi PO memperluas perspektif mereka dengan mengembangkan budaya organisasi dan meminati konsep pembelajaran organisasi. Alhasil, pergeseran minat dari pembelajaran kelompok kepada pembelajaran organisasi hanyalah perluasan alami belaka.
c.       Makin meningkatnya penggunaan pendekatan berskala organisasi terhadap perubahan yang dibarengi dengan intensitas pergolakan dalam lingkungan operasi organisasi, mendorong praktisi PO mentransformasikan organisasi secara keseluruhan dan tidak sekedar perubahan pada bagian pokoknya saja.
Dinamika Kelompok dan Perubahan Terncana akan menciptakan dilema bagi para pendukung PO. Pengembangan organisasi semakain terfokus pada masalah makro, maka semakin kurang kemampuan pengembangan organisasi merangkul semua individu yang terkait program perubahannya dan semakin kurang mampu pengembangan organisasi mempromosikan nilai dasar demokratisnya.

3.      Strategi Perubahan
Dalam dunia yang selalu berubah, satu – satunya yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri. Dewasa ini para manajer menghadapi tekanan dan peluang yang makin kompleks sekaligus menantang. Meraka harus efisien menggunakan semua sumber daya dan pada saat yang bersamaan harus harus menemukan cara – cara efektif untuk jangka panjang. Efektifitas membutuhkan kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang berubah – ubah.
Tugas merencanakan, mengimplementasikan dan mengelola perubahan akan tetap menjadi salah satu tantangan utama para manajer, baik sektor publik maupun swasta.. Di sektor manufaktur, perbankan, pendidikan dan layanan kesehatan, perubahan adalah suatu norma.
Sengitnya persaingan, privatisasi dan deregulasi di berbagai sektor bisnis dan industri, telah mendorong perusahaan untuk mengembangkan para karyawan, kesadaran komersial dan kepedulian pada mutu. Manajer sekarang lebih peduli pada nilai uang, pengembangan, peluncuran dan pemasaran produk, layanan baru, fleksibelitas desain, manufaktur atau jasa serta pada isu-isu yang sulut dirumuskan. Konsumen dan Klien makin vokal dan kritis. Dengan demikian kita membutuhkan manajer yang lebih efektif dalam dunia yang penuh perubahan.
Makin kita peduli pada pengembangan program perubahan dengan parameter–parameter pasti dalam hal akuntabilitas, rencana proyek, tonggak kejadian penting, input satuan tugas, maka makin besar fokus untuk menuntaskan perubahan sesegera mungkin.
Proses penentuan strategi secara eksplisit lazimnya terjadi pada masa perubahan besar. Proses ini akan lebih efektif bila dibarengi diagnosa yang cermat.
Kualitas diagnosa terhadap kemampuan untuk berubah dapat ditingkatkan dengan melakukan proses competiteive benchmarking:
(Proses berkesinambungan untuk mengukur produk, jasa dan praktek-praktek terhadap kompetitor terkuat atau perusahaan-perusahaan yang diakui sebagai pimpinan industri.)
(Proses tanpa henti untuk mengungukur dan memperbaiki produk, layanan dan praktek-praktek relatif terhadap yang dianggap terbaik di tingkatan dunia.)
Alhasil benchmarking mencakup pula audit komperatif organisasi anda terhadap perusahaan - perusahaan lainnya.
Brench-marking memungkinkan kita menilai kinerja perusahaan dan menjadi bagian tak terpisahkan dari fase diagnostik perbaikan kinerja dan perubahan.
Program akuisisi dan merger juga termasuk perubahan besar dalam pengertian tersendiri, begitu juga dengan implementasi aliansi strategis dan joint venture.
Tiga kondisi yang diperlukan dalam mewujudkan perubahan yang efektif:
a.       Kesadaran : para stakeholders memahami dan meyakini visi, strategi dan rencana implementasi.
b.      Kapabilitas : para stakeholders meyakini bahwa mereka mampu meraih ketrampilan yang dibutuhkan serta mampu menangani dan mengambil keuntungan dari perubahan tersebut.
c.       Keikutsertaan : para stakeholders bisa menghargai tugas dan pekerjaan baru serta peluang untuk berperilaku dengan cara-cara baru ( sikap, ketrampilan, dan cara kerja baru).
Ketergantungan kemungkinan dalam perubahan adalah:
1.      Perubahan bersifat inkremental dan merubah tujuan – tujuan inti organisasi.
2.      Perubahan bersifat inkremental dan hanya merubah tujuan – tujuan periferal organisasi.
3.      Perubahan bersifat radikal / besar – besaran dan merubah tujuan – tujuan inti organisasi.
4.      Perubahan bersifat radikal / besar – besaran dan hanya merubah tujuan – tujuan periferal organisasi.

E.     Organisasi Pembelajar
Selama ini para eksekutif perusahaan menganggap sumber daya manusia dan lainnya sebagai aset berwujud yang dapat dipindah-pindahkan, diganti atau dibuang begitu saja tergantung tuntutan bisnis.
Dalam ekonomi elektronis, kesuksesan pasar dapat cepat bergerus oleh keunggulan pengetahuan perusahaan pesaing. Kepemimpinan pasar, ukuran perusahaan, nama yang terkenal dan struktur tidak lagi memberi garansi bagi kelangsungan perusahaan. Dalam ekonomi berbasis pengetahuan, perusahaan yang mampu memberikan jawaban pas atas tuntutan stakeholder dan pelangganlah yang akan sukses.
Jika hanya individu – individu yang melaksanakan pembekajaran maka ketika keluar meninggalkan organisasi, pembelajaran yang mereka peroleh mungkin juaga akan hilang. Namun proses pembelajaran yang sudah tercermin pada perubahan prosedur kerja, pola perilaku, budaya perusahaan akan mendorong terus perubahan berarti pembelajaran telah “ditangkap”.
1.      Perubahan Persepsi atas Perusahaan
Persepsi tentang bagaimana perusahaan dideskripsikan, dirancang dan dikelola telah mengalami perubahan karena dorongan teknologi, tuntutan pasar dan pergeseran kompetisi.
Berbagai dimensi perubahan menurut Cara:
a.       Dari fokus pada bagian-bagian menjadi pandangan holistic.
b.      Dari perhatian pada struktur menjadi kepedulian pada proses;
c.       Dari perubahan revolusioner menjadi perubahan evolusioner;
d.      Dari sains obyektif menjadi pemahaman bagaimana cara kita belajar;
e.       Dari herarki menjadi jaringan metafora pengetahuan;
f.       Dari kebenaran menjadi deskripsi yang mendekati;
g.      Dari dominasi dan kontrol menjadi pendekatan kooperatif.
Van der Erve ( 1994 ) menggambarkan pergeseran paradigma sebagai berikut:
a.       Dari kwantifikasi dan kepastian menjadi diferensiasi dan ketidak pastian;
b.      Dari bagian-bagian menjadi keseluruhan;
c.       Dari organisasi untuk menyelesaikan tugas menjadi organisasi diri untuk mendorong kreasi;
d.      Dari pembelajaran single loop mejadi pembelajara double loop.

Cara memperoleh dukungan dan kesuksesan yang perlu diwujudkan:
a.       Menawarkan kerangka pemikiran baru mengenai perusahaan, kinerja dan pasarnya.
b.      Menyingkapkan pengetahuan tersirat.
c.       Melakukan pembelajaran dengan cara “scoping perception”.
d.      Meredam politik destruktif.
e.       Mendorong perubahan cepat melalui diferensiasi.

Lima Disiplin bagi Orghanisasi Pembelajar
a.       Systems thinking (Pemikiran sistem)
Semua orang mesti belajar bagaimana cara menyikapi segalanya secara holistik sistematik.
b.      Personal Mastery (Penguasaan Personil)
Individu dan profesinya dipandang sebagai faktor yang krusial untuk membawa keberhasilan organisasi.
c.       Model mental, menyangkut pembelajaran bagaimana cara menggali gambaran internal dunia, untuk dibawa ke permukaan, secara tekun dan cermat menelitinya.
d.      Membangun visi bersama, menyangkut bagaimana setiap orang berbagi visi tentang masa depan untuk menghasilkan komitmen yang kokoh dari individu.
e.       Pembelajaran tim, tim-tim bukan perseorangan merupakan kunci sukses organisasi masa depan yang semua individu mesti belajar cara belajardalam kontek tim.

Delapan tahap organisasi ecocycle menurut Hurst :
a.       Manajemen strategik.
b.      Konsolidasi.
c.       Krisis.
d.      Kebingungan.
e.       Kepemimpinan.
f.       Berkarisma.
g.      Jaringan kreatif.
h.      Pilihan.
i.        Inovasi

Faktor - faktor kunci model Hurst:
a.       Perubahan terjadi secara berkesinambungan.
b.      Gerak kecepatan perubahan bervariasi, terkadang mulus dan linear, terkadang cepat dan bersifat linear.
c.       Pembaharuan memerlukan dikonsruksi. Dalam keterbatasan sumber daya, satu-satunya cara untuk menciptakan struktur, peluang, kemungkinan baru adalah dengan membongkar struktur yang saat ini menguasai sumber daya.
d.      Stuktur dan proses yang muncul merupakan produk berbagai faktor, termasuk kendala-kendala yang dipaksakan oleh lingkungan
e.       Namun demikian, manusia dalam organisasi merupakan para “aktor” yang sadar diri dan mampu bertindak rasional.

Secara ringkas argumen inti model ecocycle Hurst adalah bahwa organisasi melewati krisis dan proses pembaruan melalui tiga tahapan yaitu :
a.       Emergent action.
b.      Rational action.
c.       Constained action.

2.      Konvergensi dan Organisasi Pembelajar
Jika organisasi ingin meraup manfaat jangka panjang dari pembelajaran yang pasti akan diperoleh melalui perubahan, maka dibutuhkan proses yang tepat.
Kemampuan menangkap dan bekerja dengan pengetahuan merupakan kemampuan pokok dalam menciptakan:
a.       Basis pengetahuan – menangkap dan mengubah pengetahuan tacit (tersirat) menjadi pengetahuan explisit (tersurat) dan menciptakan kemudahan akses bagi pengetahuan ini.
b.      Basis pengetahuan kerap diorganisir untuk mencapai:
1)      akses terbuka bagi semua orang;
2)      pembagian informasi secara efektif – konferensi, rapat dan sebagainya;
3)      fokus pada teknologi;
4)      integrasi keseluruhan aspek perusahaan;
5)      penangkapan, analisa dan pemanggilan informasi pelanggan secara sistematis

3.      Pengembangan Kompetensi dalam Manajemen Perubahan
Begitu kita menyadari, kita kita langsung paham akan ketidakmampuan kita, karena itu disebut sebagai proses munculnya kesadaran.
Proses berikutnya merupakan proses pembangunan ketrampilan yang bergerak dari ketidak mampuan yang disadari menuju ke kompetisi yang disadari.
Proses yang terakhir merupakan proses pengembangan keahlian melalui praktek lama dengan sarana pembelajar sistem manajemen kinerja dan mencakup perhatian pada pengembangan personal dan pembelajaran organisasi.
Pembelajaran lebih lanjut akan menuntut adanya perhatian khusus pada sistem manajemen kinerja, pendekatan nilai tambah, penilaian kinerja dll. Dalam tahapan ini ketika keunggulan dalam kinerja telah mampu diwujudkan, kecepatan pembelajaran akan menurun, maka proses baru perlu diulang lagi.

F.     Mengelola Perubahan Besar
Reorganisasi, rektrukturisasi dan pengurangan karyawan akan menjadi kecenderungan yang terus dihadapi para manajer, yang pada akhirnya berdampak besar pada tenaga kerja seperti pudarnya sistim kerja seumur hidup, tingginya pengangguran, hilangnya keamanan kerja, berkurangnya ketrampilan kerja yang bersifat tradisional.
Ketrampilan Manajerial Perubahan Organisasi yang Efektif
Secara sederhana kita bisa membagi masalah manajemen perubahan besar menjadi dua pertanyaan utama, yaitu :
1.      “Perubahan apa yang mesti kita terapkan ?”
2.      Bagaimana cara kita menerapkannya agar kita bisa sukses?”

Untuk menjawabnya kita butuh ketrampilan khusus guna mendiagnosa kebutuhan perubahan; mengaudit kinerja; mengembangkan visi perbaikan; menggambarkan atau merumuskan strategi baru.
Perpaduan ketrampilan manajerial agar proses perubahan bisa efektif, maka diperlukan:
1.      Ketrampilan manajerial apa yang dibutuhkan untuk mendorong perubahan organisasi secara efektif.
2.      Perubahan berpotensi mengganggu dan merusak. Bagaimana orang mengalami perubahan dan bagaimana cara membantu mereka mengatasi tekanan dari perubahan besar.

Agar bisa efektif mengelola perubahan, diperlukan kemampuan untuk menciptakan sintesa antara pekerja, sumber daya, gagasan, peluang dan tuntutan. Maka dalam masa perubahan, sintesa merupakan kata kunci. Berikut kita akan bahas ketrampilan kunci :
1.      Mengelola Transisi : dalam mengelola transisi untuk mencapai efektifitas membutuhkan pembelajaran dan perubahan yang ditunjukkan dengan lima kriteria di bawah ini:
a.       Pembelajaran timbul dari eksplorasi dilema atau kontradiksi (peningkatan mutu).
b.      Pembelajaran didasarkan pada pengalaman dan eksperimen personal. Semua orang akan belajar jika mereka memahami masalah dan diikutsertakan dalam proses pencarian solusi.
c.       Pembelajaran bisa didorong hanya dalam suasana yang mendukung pengambilan resiko, mencoba – coba berbagai hal dan ide baru.
d.      Pembelajaran membutuhkan ekspresi dari keyakinan terdalam dan akan melibatkan konflik.
e.       Pembelajaran bisa didorong dengan menghargai nilai – nilai dan gagasan orang, pengembangan gaya pembelajaran yang mendukung individu dan bukan yang menghambat diskusi.
2.      Menangani Budaya Organisasi : untuk mencapai perubahan tanpa pembelajaran mungkin bisa dilakukan, namun kemungkinan besar di masa depan akan mendorong orang – orang bersikap negatif pada perubahan.
3.      Budaya Perusahaan : bagian – bagian funsional ditentukan secara tegas. Budaya peran menekankan pada komitmen tiggi individu pada bagian tertentu. Kekuasaan jabatan merupakan bentuk kekuasaan yang dominan.
4.      Politik Perubahan Organisasi : manajer dapat memilih cara beroperasi dan pilihan itu menimbulkan kondisi untuk munculnya politik, karena semua orang punya pandangan yang berbeda – beda terhadap pilihan tersebut. Dunia politik organisasi dipengaruhi struktur kepentingan, tujuan, kekuasaan dan status yang secara inheren tidak stabil, berarti pada orde politik tertentu kekuasaan koalisi menjadi tidak relevan.
5.      Mengatasi Perubahan Organisasi : dampak perubahan pada orang – orang yang terpengaruh secara langsung tak terkecuali para manajer yang mesti mejalankan tugas–tugas baru, mengembangkan ketrampilan baru dan mesti belajar uintuk menghadapi semua itu.

Pemahaman sederhana tentang bagaimana orang-orang mengalami perubahan dan cara mengatasi tekanan-tekanan yang timbul dalam perubahan, akan memberi alat bagi manajer dalam mendukung oarang-orang yang terlibat perubahan.
Mengatasi proses perubahan memberi beban tuntutan pada individu-individu yang terlibat. Berbagai isue mesti dihadapi baik oleh manajer maupun individu – individu itu sendiri.



1.      Memulihkan Kembali Harga Diri :
Organisasi yang efektif adalah perusahaan yang melakukan perubahan degan cepat dimana semua orang, para karyawan dan manajer dapat belajar mengenai bisnis atau perusahaan, seiring berjalannya proses.
Mencapai perubahan tanpa pembelajaran memang mungkin saja dilakukan, namun kemungkinan besar di masa datang mendorong orang bersikap negatif pada perubahan. Hanya jika perusahaan dan orang – orangnya berubah dengan belajar dari pengalaman perubahan, efektivitas perubahan dapat dicapai sekaligus untuk dipertahankan.
Karena orang telah mempelajari bisnis melalui perubahan, maka perubahan akan menjadi lebih efektif. Dengan kondisi ekstensif dan sikap positif terhadap perubahan, efektifitas organisasi di masa depan lebih terjamin.
2.      Mengatasi Perubahan
Begitu perubahan telah mencapai tahap yang kongkrit, mereka mesti belajar mengatasi perubahan itu.
Perubahan menciptakan kegelisahan, ketidak pastian dan stres, bahkan bagi mereka pengelola perubahan, walau sepenuhnya mereka komit terhadap perubahan itu.
Gagasan sederhana dan praktis bagi para manajer perubahan adalah dengan melihat hubungan harga diri, kinerja dan stres, hubungan ini berlaku baik bagi kinerja maupun harga diri.
3.       Siklus Penanganan Masalah
Perubahan yang berdampak besar pada pekerjaan juga akan berdampak pada harga diri mereka. Sistem, proses dan struktur baru harus dipelajari dan membutuhkan waktu yang cukup, karena pembelajaran saat orang memperbaiki kinerja mereka, melalui pembelajaran. Kemajuan terjadi saat sistem baru mulai diberlakukan, modifikasi diterapkan, hambatan - hambatan dilenyapkan untuik meningkatkan kinerja.
Perubahan bisa memerosotkan harga diri pada orang yang terkena dampaknya secara langsung, yang pada gilirannya berdampak pada kinerja. Hubungan antara kepuasan, perasaan nyaman, harga diri dan kinerja walau sedikit tetap berkaitan.

Lima tahap model sederhana dalam penanganan masalah :
a.       Penyangkalan
Penyangkalan akan kebutuhan perubahan, cenderung untuk menyangkal validitas gagasan baru, paling tidak pada awalnya merupakan reaksi umum
b.      Bertahan
Tahap ini kerap diwarnai dengan perilaku defensif yang memberi waktu dan ruang agar semua orang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan.
c.       Pelepasan
Pelepasan merupakan proses persepsi, orang menjadi sadar bahwa perubahan tak terhindarkan tapi justru diperlukan. Pelepasan biasanya mencakup usaha coba-coba bereksperimen dan resiko
d.      Penyesuaian
Kini proses saling menyesuaikan mulai bersemi. Wajar kalau sistem, prosedur, struktur dan mesin baru tidak langsung berjalan lancar karena mereka bekerja dengan standar berbeda dan dengan upaya agar dapat mengatasi perubahan.
Dengan melakukan pemecahan masalah sendiri orang-orang akan mampu mengembangkan ketrampilan, pemahaman dan keterkaitan yang dibutuhkan sistem tersebut, dengan demikian sistem dapat berjalan efektif untuk jangka panjang.
e.       Internalisasi
Kini pihak-pihak telah berhasil menciptakan sistem, proses dan organisasi baru yang berkaitan antara karyawan, proses telah dicoba, dimodivikasi dan diterima. Hal ini merupakan proses kognitif dan orang mulai paham dengan apa yang sedang terjadi, dan perilaku baru menjadi bagian dari perilaku normal.

G.    Membuat Program Perubahan

1.      Langkah-langkah Manajemen Perubahan
a.       Identifikasi Tipe Perubahan
Ketika anda harus memanaj perubahan, pertama-tama  perlu mengidentifikasi tipe dari perubahan tersebut.
1)      Tipe Peningkatan Perubahan
Seperti penggunaan waktu secara moderat, ini akan memerlukan waktu untuk mencapainya, karena kebiasaan buruk dari staf. Untuk mencapai sukses akan memerlukan manajemen waktu untuk memonitor secara reguler.
2)      Tujuan dari Standar :
a)      Setiap staf perawat dan bidan harus selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh pasen (dewasa maupun anak-anak)
b)      Penyebaran penyakit dan infeksi silang akan berkurang dengan tindakan ini
c)      Staf akan menerima tanggung jawab klinis dari standar ini
3)      Beberapa Pernyataan tujuan yang lebih Spesifik lagi dapat berupa :
Mengurangi infeksi dengan cara staf melakukan cuci tangan 

b.      Identifikasi Tujuan Perubahan
Tugas kedua adalah mengidentifikasi tujuan-tujuan perubahan. Kemudian merencanakan tujuan-tujuan tersebut secara jelas dan memberikan batasan antara waktu dengan perubahan mana yang dapat diterima.

Kesulitan perubahan, adalah upaya lebih lanjut yang harus dimasukkan dalam perencanaan tujuan. Perencanaan tujuan mengklarifikasi kebutuhan akan situasi dan meningkatkan ketelitian respon. Ini akan memberikan fleksibilitas yang lebih, dalam manajemen perubahan.  Kejelasan tujuan memberikan arahan dan petunjuk dalam mengambil keputusan mengenai apa yang harus dilakukan. Dengan membuat perencanaan untuk mencapai tujuan-tujuan yang spesifik akan mengurangi pemborosan waktu dan upaya. 

2.    Tahap-tahap Manajemen Perubahan
Suatu perubahan terjadi melalui tahap-tahapnya.  Pertama-tama adanya dorongan dari dalam (dorongan internal), kemudian ada dorongan dari luar (dorongan eksternal).  Untuk manajemen perubahan perlu diketahui adanya tahapan perubahan.  Tahap-tahap manajemen perubahan ada empat, yaitu:
Tahap 1,  yang merupakan tahap identifikasi perubahan, diharapkan seseorang dapat mengenal perubahan apa yang akan dilakukan /terjadi.  Dalam tahap ini seseorang atau kelompok dapat mengenal kebutuhan perubahan dan mengidentifikasi tipe perubahan.
Tahap 2,  adalah tahap perencanaan perubahanPada tahap ini harus dianalisis mengenai diagnostik situasional tehnik, pemilihan strategi umum, dan pemilihan.   Dalam proses ini perlu dipertimbangkan adanya factor pendukung sehingga perubahan dapat terjadi dengan baik. 
Tahap 3, merupakan tahap implementasi perubahan dimana terjadi proses pencairan, perubahan dan pembekuan yang diharapkan.  Apabila suatu perubahan sedang terjadi kemungkinan timbul masalah. Untuk itu perlu dilakukan monitoring perubahan.
Tahap 4, adalah tahap evaluasi dan umpan balik.  Untuk melakukan evaluaasi diperlukan data, oleh karena itu dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dan evaluasi data tersebut.  Hasil evaluasi ini dapat di umpan balik kepada tahap 1 sehingga memberi dampak pada perubahan yang diinginkan berikutnya.
Suatu perubahan melibatkan perasaan, aksi, perilaku, sikap, nilai-nilai dari orang yang terlibat dan tipe gaya manajemen yang dibutuhkan. Jika perubahan melibatkan sebagian besar terhadap perilaku dan sikap mereka, maka akan lebih sulit untuk merubahnya dan membutuhkan waktu yang lama.
Jika pimpinan manajemen perubahan mengetahui emosi normal yang dicapai, ini akan lebih mudah untuk memahami dan menghandel emosi  secara benar. 











Gambar berikut ini menunjukkan kejelasan komponen tersebut.

Gambar 1 : TAHAP-TAHAP PERUBAHAN
              

 


Tahap 1
Identifikasi  Perubahan



Mengenal Kebutuhan
Perubahan

Identifikasi tipe Perubahan

Tahap  2

Perencanaan Perubahan
Diagnostik
Situasional
Technik
Pemilihan
Strategik Umum

Pemilihan
Tahap  3

Implementasi Perubahan





  Pencairan
  Perubahan

Pembekuan/Integritas
Tahap 4
Evaluasi & Umpan Balik
Pengumpulan
Data


Evaluasi  Data &
Umpan Balik

 Dorongan internal                                           Dorongan eksternal












                    Pendukung

 

 











                   Umpan  Balik 





Waktu dan Kesulitan untuk merubah Budaya/Kebiasaan


GAYA MANAJEMEN

PERILAKU TETAP
AKSI
PERASAAN
Kesulitan Perubahan
Waktu untuk Berubah
NILAI
SIKAP
 

















Atkinson, P. 1990: Creating Culture Change Bedford. IFS Ltd.

Kempton Bedford ISBN 81-85 789-02-2


Gambar dibawah ini memperlihatkan bahwa jika paserta yang hadir memberikan dukungan yang cukup, mereka akan dapat menerima perubahan. Mereka tetap membutuhkan banyak dukungan untuk dapat menerima secara keseluruhan dan memahami perubahan tersebut ke setiap tindakan dan perilaku normal mereka sendiri. Gambar ini akan mengilustrasikan proses perubahan lebih baik.
Tanggung jawab terhadap pengelolaan perubahan ini harus mempertimbangkan perasaan dan emosi orang-orang yang terlibat di dalamnya. Jika hal ini diabaikan atau tim manajemen perubahan tidak sensitif terhadap hal ini, perubahan tidak akan dapat terjadi sesuai rencana yang telah dibuat. Perubahan dapat menjadi sangat resisten dan defensif. Seseorang yang memimpin perubahan mungkin harus merubah kinerja perubahan tersebut dengan maksud untuk memberikan dukungan yang lebih efektif.
Dalam proses perubahan, seorang pemimpin harus berupaya untuk melatih perubahan terlebih dahulu pada dirinya sendiri.  Sehingga terjadi suatu integritas pada dirinya. Dan perubahan ini akan mempengaruhi terjadinya perubahan kinerja dalam organisasi yang dipimpinnya.  Gambar-gambar dibawah ini menunjukkan bagaimana proses perubahan tersebut terjadi, komponen apa yang terkena dalam diri individu bila ingin berubah, bagaimana orang luar terlibat dalam proses perubahan di suatu organisasi dan bagaimana manajemen perubahan tersebut untuk mencapai tujuan organisasi.



Transisi Emosi Selama Perubahan

1. Goncangan

2. Penolakan
3. Kekuatan Emosi

     Perlu dukungan &   Pemahaman
4. Penerimaan
FRUS
TRAS
I
FRUS
TRA
S

I

6. Pemahaman sempurna
7. Integritas

5. Pengalaman

    Perlu dukungan
Waktu
Keadaan untuk Perbandingan yg Baik
Atkinson, P. 1990: Creating Culture Change Bedford. IFS Ltd.
Kempton Bedford ISBN 81-85 789-02-2
 



                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 


                                                                                                                                                                                                                                     
H.    Kegagalan Perubahan
Bagi semua pihak yang memiliki kepentingan pada kelangsungan perusahaan, termasuk bagi orang – orang yang di dalamnya, sangatlah penting perubahan dan pengembangan organisasi dikelola secara efektif sehingga kemudian sukses mencapai tujuannya.
Dampak – dampak manusiawi yang tidak diperkirakan sebelumnya dalam program perubahan adalah:
1.      Pengalaman terkilir sering tak tertangani dengan baik oleh manajemen puncak, yang cenderung tidak mau melibatkan diri, Mereka justru menyerahkan penanganan pada manajemen menengah dan penyelia, yang belum dibekali untuk menangani situasi seperti itu.
2.      Reaksi psikologis pada masa transisi yang berdampak pada saat bersalah di pihak karyawan yang bertahan. Mereka kehilangan kepercayaan pada manajemen, menjadi takut, curiga, sinis dan tak bersemangat; loyalitas mereka juga menurun karena kontrak psikologis lama yang di dalamnya termasuk jaminan keamanan kerja, telah dilanggar begitu saja oleh perusahaan.
3.      Reaksi keperilakuan dari karyawan yang bertahan dalam organisasi pasca transisi, dimana beban dan jam kerja umumnya justru makin bertambah, karyawan merasa kehilangan arah, cenderung bekerja seperti kesetanan dan berjuang agar kepalanya tetap di atas permukaan air, pengambilan resiko meninggi, permainan politik memanas dan tingkat stres memuncak. Semua dampak yang tak masuk rencana ini membuat karyawan menjadi terasing dan secara psikologis menarik diri dari organisasi.

Tingginya tingkat kegagalan program perubahan organisasi yang digambarkan di atas mungkin agak mengejutkan, mengingat banyaknya saran – saran dan buku - buku panduan perubahan bersifat “how to” yang banyak mewarnai literatur manajemen.
Model dari Amerika yang juga terkenal adalah ditawarkan oleh W. Warner Burke yang terdiri atas 4 dimensi berurutan :
1.      Perencanaan Perubahan.
2.      Mengelola sisi manusia dari perubahan.
3.      Mengelola sisi organisasi dari perubahn.
4.      Evaluasi upaya perubahan

Di samping pengetahuan untuk menerapkan dimensi proses perubahan, para manajer juga perlu memiliki pengetahuan tentang aspek fondamental perubahan menyangkut dua dimensi lain yaitu: respon individual terhadap perubahan dan
sifat umum perubahan.
Tersirat di balik model-model manajemen perubahan adalah pengharapan bahwa manajer memiliki basis pengetahuan dan dan keahlian untuk mengelola perubahan secara efektif.
Penyebab kegagalan kebanyakan berasal dari dalam organisasi:
1.      Semua orang memandang perubahan sebagai tujuan ketimbang sebagai sebuah proses yang memerlukan perencanaan, persiapan, manajemen proyek dan perhatian yang konsisten.
2.      Visi tentang tujuan jangka pendek maupun jangka panjang tidak jelas.
3.      Peninggalan program perubahan organisasi sebelumnya yang gagal karena penanganan buruk menciptakan budaya skeptis dan cenderung menghindari resiko.
4.      Gagal memberikan dukungan pelatihan dan ketrampilan yang diperlukan dan memungkinkan karyawan mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri atas perubahan organisasi.
5.      Kurangnya komunikasi menyangkut perubahan, termasuk memberi informasi kepada karyawan terlalu bertahap, yang risikonya tumbuh gosip-gosip.
6.      Terlalu memfokuskan upaya perubahan secara sempit pada satu aspek organisasi dan mengengabaikan tketerkaitannya pada kehidupan organisasi.

Kegagalan juga merupakan dampak dari kurang ahlinya agen perubahan, termasuk manajer, instruktur dan konsultan. Di samping itu kegagalan juga disebabkan oleh :
1.      Manajer tidak menguasai prinsip – prinsip manajemen perubahan.
2.      Manajer tergoda pada solusi mudah dan perbaikan cepat.
3.      Manajer tidak menganggap penting aspek budaya dan kepemimpinan dalam perubahan.
4.      Manajer mengabaikan aspek manusia dalam mengelola perubahan.

Kotter menerapkan delapan kesalahan manajer dalam memimpin perubahan :
1.      Tidak mampu menandaskan a sense of urgency.
2.      Tidak mampu menciptakan koalisi pemandu yang kuat dari orang-orang kunci yang mampu bekerja sama dalam tim dan memimpin upaya perubahan.
3.      Tidak memiliki visi untuk mengarahkan upaya perubahan dan gagal mengembangkan strategi yang diperlukan dalam mencapainya.
4.      Kurang berhasil mengkomunikasikan visi baru dan dan tak mampu memberi teladan dalam menunjukkan perilaku baru yang dibutuhkan bagi perubahan.
5.      Tidak mampumengatasi hambatan bagi terwujudnya visi baru.
6.      Kurang sistematis merencanakan dan menciptakan beberapa kemenangan jangka pendek sebagai tanda tercapainya perbaikan kinerja, kurang memberi pengakuan dan poenghargaan bagi karyawanyang terlibat.
7.      Mengumumkan kemenangan terlalu cepat, yang bisa berdeampak matinya momentum, berhentinya proses perubahan dan kembalinya tradisi lama.
8.      Tidak mampu menamcapkan perubahan pada budaya perubahan.

Resistensi - Dampak utama dari kesalahan yang dilakukan dalam mengelola perubahan adalah munculnya resistensi dari para manajer atau para karyawan yang terkait terhadap perubahan yang dilakukan perusahaan.
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya resistensi terhadap perubahan menurut Robbins dan Kreitner serta Kinicki adalah :
1.      Kebiasaan. Manusia adalah mahluk yang hidup dari kebiasaan yang dibangunnya. Kebiasaan manusia untuk menjalankan kehidupannya cukup komplek. Manusia cenderung enggan merubah kebiasaan yang telah dilakukan.
2.      Ketakutan terhadap munculnya dampak yang tak diinginkan. Perubahan membuat seseorang bergerak dari situasi yang ia ketahui menuju situasi yang tidak diketahuinya
3.      Faktor-faktor ekonomi. Perubahan memberikan dampak ekonomi yang cukup besar terhadap seseorang, maka dapat diramalkan bahwa resistensi dari orang orang yang bersangkutan terhadap perubahan akan semakin kuat
4.      Tidak adanya kepercayaan dalam situasi kerja. Seorang manajer mempercayai bawahannya akan memperlakukan perubahan sebagai hal yang sifatnya terbuka, jujur dan partisipasif. Disisi lain bawahan yang dipercaya atasannya melakukan upaya yang lebih baik dalam menghadapi dan melihat perubahan sebagai sebuah kesempatan
5.      Takut mengalami kegagalan. Perubahan pada pekerjaan yang menekan karyawan dapat memunculkan keraguan pada karyawan akan kemampuannya untuk melakukan pekerjaan dengan baik.
6.      Hilangnya status atau keamanan kerja. Pemanfaatan teknologi dalam dunia kerja dapat mempercepat proses kerja. Hilangnya pekerjaan karyawan dapat diartikan sebagai hilangnya status dan penghasilan. Maka karyawan cenderung untuk resisten terhadap perubahan.
7.      Tidak ada manfaat yang diperoleh dari perubahan. Seseorang melakukan resistensi terhadap perubahan bila yang bersangkutan melihat bahwa dirinya tidak akan memperoleh manfaat jika melakukan perubahan.

Para pimpinan baik ditingkat direksi, divisi atau departemen dan para pelaksana perubahan lainnya harus bekerja sama dalam sebuah tim yang solid dalam melaksanakan perubahan ini.
Dengan demikian akan dapat meningkatkan dukungan terhadap perubahan yang digulirkan dan mencegah terjadinya resistensi terhadap perubahan.

I.       Dimensi Manusia dalam Perubahan
Upaya menggapai tingkatan kinerja yang lebih tinggi mesti berangkat dari rasa percaya pada potensi semua orang yang terkait perubahan, lalu membekali dan melatih dengan tepat jika dibutuhkan. Asumsi dibenak manajer terhadap para karyawan amatlah penting. Asumsi keliru berdampak pada gaya manajemen yang tak kondusif pada komitmen dan perubahan.
Schein mengidentifikasikan empat tipe asumsi manajemen terhadap karyawan, dan implikasinya atas manajemen dan strategi desain pekerjaan diantaranya :
1.       Manusia Rasional-Ekonomis
Model manusia rasional ekonomis dikembangkan sejak abad dua puluh.Model ini mengasumsikan bahwa orang mengevaluasi pelbagai tindakan dan memilih yang potensial memberikan manfaat maksimal. Asumsi umum ini dirinci menjadi delapan asumsi spesifik, yaitu:
a.       Karyawan termotifasi oleh insentif ekonomis, dan melakukan aktifitas yang menawarkan manfaat ekonomis terbesar.
b.      Karyawan bersikap pasif mesti dimanipulasi, dimotifasi,dikontrol manajemen,karena manajemen yang mengendalikan insentif ekonomis.
c.       Emosi rasional dan mencampuradukan antara kalkulasi rasional dengan kepentingan pribadi mesti dicegah.
d.      Organisasi dirancang sehingga emosi karyawan tak mudah diprediksi, bisa dikendalikan dan dinetralisir.
e.       Manusia pada dasarnya malas dan mesti dimotifasi dengan insentif eksternal.
f.       Tujuan pribadi karyawan bertentangan dengan tujuan organisasi, maka diperlukan kekuatan eksternal guna menggerakkan upaya agar selaras dengan tujuan organisasi
g.      Karyawan tak mampu mengendalikan dan mendisiplinkan diri karena perasaan irasional mereka.
h.      Karyawan bisa dibagi menjadi dua kelompok mereka yang cocok dengan asumsi di atas, dan mereka yang mampu memotifasi diri.

2.      Manusia Sosial
Asumsi pandangan ini dirumuskan seperti berikut ini:
a.       Karyawan termotifasi pada kebutuhan sosial melalui hubungan dengan orang lain.
b.      Rasionalisasi proses kerja mencabut makna dari pekerjaan,mesti dicari dari hubungan sosial yang tercipta saat bekerja.
c.       Kelompok rekan kerja dengan rekanan sosialnya lebih direspon karyawan ketimbang insentif dan ko ntrol manajemen.
d.      Agar karyawan merespon manajemen, atasan memenuhi kebutuhan sosial dan kebutuhan untuk diterima.

Asumsi ”manusia sosial” berdampak pada dua pendekatan:
a.       Pendekanan pada hubungan manusia. Manajer sebagai penyokong karyawan yang simpatik dan membiarkan mereka melakukan tugasnya ketimbang langsung main perintah untuk menyelesaikan pekerjaan.
b.      Pendekatan sistem sosio-teknik. Kebutuhan sosial karyawan dengan tuntutan teknis pekerjaan lebih condong pada desain kerja kelompok ketimbang tugas individual.

3.      Manusia yang Mengaktualkan Diri
Pelbagai asumsi tentang pandangan bisa diringkas menjadi:
a.       Secara inheren, manusia menentang tujuan organisasi.
b.      Karyawan berupaya bersikap dewasa dalam tugasnya, menerapkan otonomi, mandiri dan bertanggung jawab, serta meningkatkan ketrampilan dan kemampuan beradaptasi.
c.       Karyawan memotifasi dan mengontrol diri, untuk mendorong mereka bekerja.
d.      Tak ada konflik inheren antara aktualisasi diri dengan kinerja efektif organisasi.
e.       Asumsi rasional ekonomis dan sosial membutuhkan imbalan ekstrinsik (ekonomis atau social) sebagai imbalan kerja, sedang asumsi aktualisasi diri lebih bertumpu pada peluang untuk meraih imbalan intrisik kepuasan atas kebutuhan yang lebih tinggi tingkatanya pada lingkungan kerjanya

4.      Manusia Kompleks
a.       Manusia bersifat kompleks edan selalu berubah.
b.      Karyawan bias saja mengadopsi motif baru berkat pengalaman mereka.
c.       Motif karyawan bisa berbeda-beda dalam berbagai situasi organisasi.
d.      Kerterbatasan kerja karyawan bisa dikaitkan dengan beragam motif dan hasil berupa kinerja mereka.
e.       Cara karyawan merespon pelbagai strategi manajemen bergantung pada motif, kemampuan serta sifat tugas mereka.

Persamaan Perubahan memberi cara pandang yang bermanfaat guna menjawab pertanyaan – pertanyaan seperti “Apakah saya sebaiknya berusaha membuat perubahan ? dan “Apa lagi yang bisa dilakukan agar meningkatkan peluang kita dalam mengintrodusir perubahan secara efektif ?

5.      Memulihkan kembali harga diri
Perubahan sangat pelik dan penuh tuntutan, maka dengan memadukan transisi manajemen, penanganan budaya dan politik organisasi secara konstruktif, maka kita bisa menciptakan lingkungan dimana kreatifitas, pengambilan resiko, pembelajaran pemulihan kembali harga diri dan kinerja bisa terwujud.
6.      Menyediakan Informasi
Informasi bisa dibenarkan pada tataran individu guna melindungi identitas, rencana dan tindakan, atau pilihan-pilihan bagi individu tersebut. Keterbukaan dan bebagi informasi merupakan hal yang berharga sebagai sarana untuk memfasilitasi perubahan.
7.      Berikan Orang Lain Waktu
Orang-orang membutuhkan waktu yang cukup besar dan perlu menata waktu agar bisa sukses dan selamat di dalam menjalani perubahan besar. Bantu mereka agar mampu melihat tonggak-tonggak penting, pekerjaan yang perlu dilatih, tujuan yang hendak dicapai, sistem yang perlu dibuat agar berfungsi.
8.      Mengikutsertakan Orang Lain
Sejauhmana dan bagaimana semua orang diikutsertakan dalam situasi perubahan mesti dipertimbangkan secara matang karena terdapat keuntungan dan kerugian di dalamnya.
Keuntungan dan Kerugian dalam Melibatkan Semua Orang
a.       Keuntungan
1)      Keputusan yang lebih baik karena orang telah mempunyai pengetahuan yang lebih rinci tentang pekerjaan dan system.
2)      Semua orang akan lebih bisa memahami tujuan perubahan dan cara kerja system baru.
3)      Menciptakan perasaan memiliki (ownership).
4)      Mengarahkan kembali energi untuk menunjang dan bukan menentang perubahan.
5)      Memungkinkan eksperimentasi .
6)      Membangun pemahaman yang lebih baik tentang perubahan dan bagaimana cara mencapainya.
b.      Kerugian
1)      Memakan waktu lebih lama, terutama pada tahap perencanaan.
2)      Karena itu, membutuhkan lebih banyak waktu dan usaha pada tahap – tahap awal

9.      Melibatkan Semua Orang
a.       Kompleksitas perubahan dan kuatnya keterkaitan antara berbagai unsur dalam perubahan.
b.      Penentangan yang sudah diperkirakan dan derajat ketidak puasaan terhadap situasi yang ada.
c.       Tingkat kredibilitas orang-orang yang mengajukan perubahan.
d.      Dampak perubahan pada semua orang baik yang positif maupun yang negatif – berapa banyak `Pemenang`, berapa banyak `pecundang`.
e.       Bila kualitas keputusan lebih penting ketimbang akseptabilitasnya itu sendiri.
f.       Bila gosip kemungkinan besar akan muncul apapun yang terjadi

J.      Budaya Organisasi
1.      Budaya Organisasi dan Perubahan
Menurut Wilson dan Rosenfield, budaya perusahaan bersifat sangat pervasive dan mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan organisasi. Sementara menurut Schwartz dan Davis bahwa : ‘Budaya mampu menumpulkan atau membelokkan dampak perubahan organisasi yang sudah direncanakan secara matang’
Budaya Segmentalis Budaya Integratif
1)      Kompertamentalisasi tindakan, peristiwa dan masalah.
2)      Melihat masalah sesempit mungkin.
3)      Punya struktur yang terpecah – pecah yang asing satu sama lain.
4)      Mengasumsikan masalah bisa diatasi dengan membagi-baginya yang kemudian diserahkan pada spesialis yang bekerja terpisah.
5)      Membagi sumber daya di antara banyak bagian.
6)      Menghindari eksperimentasi.
7)      Menghindari konflik dan konfrontasi.
8)      Mekanisme koordinasi lemah.
9)      Menekankan preseden dan prosedur.
10)  Mau bergeser dari kearifan lama.
11)  Menggabungkan gagasan dari sumber – sumber yang tak berkaitan.
12)  Melihat masalah secara utuh.
13)  Menantang praktek – praktek mapan.
14)  Beroperasi pada keunggulan kompetensi.
15)  Mengukur diri dengan melihat visi masa depan ketimbang mengacu pada standat masa lalu.
16)  Menciptakan mekanisme penyebaran informasi dan gagasan baru.
17)  Mengakui dan bahkan mendorong perbedaan, tapi bersedia bekerja sam.
18)  Orientasi ke luar.
19)  Mencari solusi baru bagi permasalahan.
Selain itu Kanter juga memaparkan sepuluh aturan untuk menghambat inovasi yaitu :
1)      Pandanglah secara curiga setiap gagasan baru dari bawah karena asalnya dari bawah.
2)      Paksakan setiap orang yang minta persetujuan anda untuk memulai beberapa tingkatan dulu untuk memperoleh tanda tangan .
3)      Minta Departemen atau perseorangan untuk saling menantang dan mengkritisi usulan yang lain.
4)      Nyatakan kritik anda secara bebas dan pelitlah dengan pujian. Biar mereka tahu kalau mereka sewaktu-waktu bias dipecat.
5)      Perlakukan penemuan masalah sebagai tanda – tanda kegagalan, agar orang takut memberitahu anda kalau ada sesuatu yang salah di departemen mereka.
6)      Kendalikan segalanya secara cermat. Buat orang menghitung apapun yang bias dihitung sering – sering.
7)      Buat keputusan reorganisasi atau perubahan kebijaakan secara diam – diam, dan buatlah selalu kejutan.
8)      Pastikan bahwa permintaan akan informasi telah disetujui dan tak diberikan begitu saja pada semua manajer (Anda tak ingin data jatuh ke tangan yang salah).
9)      Atas nama delegasi dan partisipasi, tugaskan manajer bawahan anda tanggung jawab memikirkan bagaimana mencatat, dan memindah karyawan atau meleksanakan keputusan yang bersifat mengancam yang telah anda buat. Dan buat mereka agar segera melaksanakan..
10)  Dan akhirnya di atas itu semua, jangan pernah lupa bahwa anda, sang atasan betul-betul sudah menguasai seluk beluk bisnis ini.
Sementara itu Argyris dan Schon juga telah mengidentifikasi hasil yang nampaknya menjadi aturan – aturan tertulis dibalik hubungan organisasi yang mampu membekukan perubahan yaitu :
1)      Jaga agar pandangan anda tentang isu – isu sensitive tetap rahasia, jadikan pembicaraannya secara terbuka .
2)      Jangan munculkan dan uji perbedaan – perbedaan pandangan mengenai masalah organisasi.
3)      Hindari melihat permasalahan secara utuh, biarkan peta permasalahan tetap terpencar – pencar, kabur dan meragukan.
4)      Lindungi anda secara unilateral dengan menghindari konfrontasi langsung antar pribadi dan diskusi umum isu – isu sensitive yang mungkin bisa memojokkan anda.
5)      Lindungi orang lain secara unilateral – dengan menghindari diujinya asumsi – asumsi yang bisa memunculkan perasaan negatif dan dengan cara melindungi mereka dari upaya yang menyalahkan mereka.
6)      Kendalikan keadaan dan penugasan – dengan memutuskan sendiri permasalahan dan bertindak berdasar pandangan anda sendiri, dengan menjaga pandangan anda tetap rahasia dan menghindari pertanyaan publik yang bisa mementahkan pandangan anda itu.

2.      Pembelajaran Organisasi dan Jenis Budaya
Pembelajaran individual atau satu putaran biasanya merupakan jenis pembelajaran yang terjadi dalam budaya segmentalis atau defensif. Ciri budaya ini memnghambat penyebaran informasi dan keterbukaan yang diperlukan bagi terjadinya pembelajaran organisasi. Karena itu, walau jenis budaya ini memungkinkan perubahan ‘fine tuning’ dan ‘incremental adjustment’, namun disisi lain tak mampu mendorong pemikiran radikal yang diperlukan untuk merubah arah organisasi, yaitu perubahan strategis.

3.      Budaya Kuat dan Budaya Lemah
Budaya organisasi bisa berbeda – beda dalam derajat kekuatannya. Budaya kuat menunjukkan dipahaminya bersama perspektif tentang bagaimana kehidupan organisasi harus berjalan, dan disepakati sebagian besar anggota organisasi. Sebaliknya, budaya lemah mengimplikasikan tak adanya budaya berpengaruh yang dominan, di dalam organisasi ada beberapa budaya yang mungkin saling bertentangan satu sama lain.
Budaya kuat juga dikatakan mampu mengangkat kinerja organisasi. Menurut beberapa penulis ( misalnya, Kanter ), ada beberapa formula budaya yang berkaitan erat dengan kinerja. Argumen mereka adalah semakin dekat organisasi dengan formula – formula tersebut, makin besar kemungkinannya organisasi akan berkinerja tinggi. Namun di sisi lain, keberadaan budaya lemah yang terdiri dari berbagai sub kultur justru bisa menjadi keunggulan. Budaya kuat yang sangat kuat menancap bisa juga menjelma menjadi kelemahan apabila mereka begitu kuatnya, sehingga tak ada peluang bagi non – konformitas yang mampu menciptakan inovasi dan kemampuan beradaptasi.

4.      Merubah Budaya untuk Mendorong Perubahan Organisasi
Mengubah budaya sebuah organisasi bukanlah sebuah pekerjaan mudah, karena memang memerlukan cara mengukur budaya organisasi dalam hubungannya dengan perubahan organisasi. Schwartz dan Davis merancang sebuah cara pengukuran budaya dalam hal deskripsi bagaimana tugas – tugas manajemen ditangani dalam skala perusahaan dan hubungan antara atasan bawahan, rekan kerja dan antar bagian agar dapat dinilai tingkat kesesuaian budaya dengan setiap rencana perubahan strategis.

5.      Relevansi Perubahan Budaya pada Perubahan Organisasi
Penaksiran resiko budaya membantu manajemen mengetahui di mana mereka akan menghadapi resistensi karena ketidak cocokan antara strategi dan budaya. Hal ini memungkinkan kita membuat pilihan – pilihan yang menyangkut apakah kita :
a.       Mengabaikan budaya.
b.      Mengelola di sekitaran budaya.
c.       Mencoba merubah budaya agar sesuai dengan strategi.
d.      Merubah strategi agar sesuai dengan budaya, mungkin dengan menurunnya ekspektasi kinerja.

6.      Mengabaikan Budaya
Mengabaikan budaya tidak dianjurkan, kecuali organisasi cukup punya sumber daya untuk bertahan terhadap badai berikutnya dan kemungkinan kelesuan bisnis.

7.      Mengelola di Sekitaran Budaya
Mengelola di sekitar budaya adalah opsi ke dua, karena dalam banyak hal, ada banyak cara pencapaian tujuan yang diinginkan.
8.      Merubah Budaya
Banyak model perubahan terencana, salah satunya adalah enam langkah perubahan efektif yang diajukan oleh Beer:
a.       Mobilisasi komitmen pada perubahan melalui diagnosa bersama atas masalah – masalah bisnis.
b.      Kembangkan visi bersama tentang bagaimana cara mengorganisasi dan mengelola agar memperoleh keunggulan bersaing.
c.       Perkuat konsensus pada visi baru, kompetensi untuk mewujudkannya dan kohesi untuk menggerakkannya .
d.      Sebarkan revitalisasi pada semua bagian tanpa harus memaksakannya dari atas.
e.       Lembagakan revitalisasi melalui kebijakan, system dan struktur formal.
f.       Monitor dan sesuaikan strategi dalam merenpon masalah dalam proses revitalisasi.

9.      Merubah Strategi
Diperlukan kompromi antara berbagai pendekatan dalam mengelola budaya organisasi dalam konteks perubahan organisasi penggunaan proses yang mengkombinasikan edukasi dan system akan membantu merubah budaya organisasi dalam kaitannya dengan perubahan organisasi.

K.    Kepemimpinan dalam Masa perubahan
1.      Pengertian Pemimpin
Kepemimpinan merupakan salah satu unsure penentu keberhasilan organisasi, terlebih lagi dalam menuju perubahan. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan kepemimpinan (leadership) ada baiknya terlebih dahulu mengetahui arti pemimpin (leader). Hal ini disebabkan kepemimpinan dilakukan oleh seorang pemimpin dan ia mengemban tugas dengan beraktivitas untuk melaksanakan kepemimpinan tersebut.
Menurut Robbert D Stuart (2002: 352) bahwa pemimpin adalah seorang yang diharapkan mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi, memberi petunjuk dan juga mampu menentukan individu untuk mencapai tujuan organisasi. Seiring dengan itu James P. Spillane (2006: 10) menyatakan bahwa pemimpin itu agen perubahan dengan kegiatan mempengaruhi orang-orang lebih daripada pengaruh orang-orang tersebut kepadanya.
2.      Konsep Kepemimpinan
Beragam definisi dan konsep kepemimpinan yang ditemukan dalam berbagai bahan pustaka, yang masing-masing berbeda dalam penekanan arti. Richard L. Daf (2005: 5) mendefinisikan kepemimpinan (leadership) adalah suatu pengaruh yang berhubungan antara para pemimpin dan pengikut (followers).
Kemudian Gibson menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu upaya menggunakan pengaruh untuk memotivasi orang-orang guna pencapaian suatu tujuan. Masih berhubungan dengan pengaruh, Ken Blanchard yang dikutip oleh Marcelene caroselli (2000: 9) menyatakan bahwa kunci untuk kepemimpinan hari ini adalah “pengaruh” bukan “kekuasaan” selanjutnya ia mengatakan para pemimpin tahu bagaimana mempengaruhi orang-orang dan membujuk mereka untuk suatu tuntutan pekerjaan yang tinggi.

3.      Konsep Kepememimpinan Perubahan
Pada dasawarsa akhir ini, kepemimpinan lebih populer dengan kepemimpinan perubahan. Richard L. Daff mengemukakan konsep kepepemimpinan dalam satu definisi saja yaitu “kepemimpinan adalah merupakan suatu pengaruh hubungan antara pimpinan dan pengikut (followers) yang bermaksud pada perubahan dan hasil nyata yang mencerminkan tujuan bersama” Dari definisi tersebut tercakup tujuh unsur yang esensial dalam kepemimpinan, (1) pemimpin (leader), (2) pengaruh (Influence), (3) pengikut (Follower), (4) maksud (Intention), (5) Tujuan bersama (shared purpose), (6) Perubahan (change), (7) tanggung jawab pribadi (Personal responbility). Pengaruh adalah hubungan timbale balik bukan satu arah antara pemimpin dengan pengikut dengan maksud dan harapan terjadi perubahan yang berarti sebagai hasil dari tujuan bersama. Dari pandangan Daff di atas dapat dipahami bahwa pengaruh tidak dikaitkan dengan unsur kekuasaan maupun paksaan yang dilakukan pemimpin terhadap bawahan. Pemimpin mempengaruhi bawahan dan juga bawahan dapat mempengaruhi pemimpin, malahan menurut Daff pengikut yang baik bukanlah “Yes people” kadang-kadang pemimpin yang efektif sama dengan pengikut yang efektif, hanya berbeda dalam memainkan perannya. Kemudian unsure tanggung jawab pribadi dan integritas (personal responbility and integrity) menunjukkan adanya tanggung jawab antara pimpinan dan orang-orang yang ada dalam organisasi harus sama-sama mempunyai tanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan.
Sedangkan unsur perubahan (change) merupakan hasil dari pimpinan dan pengikut yang menjadi harapan masa depan dan mereka sama-sama menciptakan perubahan, bukan memelihara status quo. Atau dengan kata lain perubahan adalah gambaran dari tujuan bersama (shared purpose). Jika dicermati ketujuh elemen kepemimpinan yang dikemukakan oleh Daff, terkandung makna penting, bahwa antara pimpinan dan pengikut tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam memberikan pengaruh dan tanggung jawab untuk mencapai perubahan. Yang berbeda adalah peran antara pemimpin dan pengikut.
Dari beberapa definisi dan konsep kepemimpinan di atas terlihat bahwa kepemimpinan pada artinya merupakan adanya kegiatan/aktivitas mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan bersama, apakah tujuan itu berupa perubahan organisasi dan sebagainya.
Sehubungan dengan itu, Burt Nanus (1999:18) menemukan model khusus yang digunakan untuk memahami peran pemimpin organisasi non profit yang diwujudkan dalam kegiatan, yaitu:
a.       Dalam organisasi (Inside the organization), peran pimpinan berinteraksi dengan staf dan tenaga sukarela untuk memberikan inspirasi, mendorong, menggerakkan dan memberdayakan mereka.
b.      Ke luar organisasi (outside organization), peran pimpinan mencari bantuan, dukungan dari donatur, mitra yang berpotensi dengan para pimpinan bisnis di luar organisasi.
c.       Pada masa operasi (present operation), pimpinan memusatkan pada kualitas dan pelayanan, pada struktur organisasi, sistem informasi dan aspek lainnya.
d.      Kemungkinan masa depan (on future possiblities), pimpinan mengantisipasi trends serta mengembangkan arah masa depan organisasi. Keempat hal tersebut terdiri dari enam peran yang merupakan aktivitas pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya Sebagai agen perubahan, pemimpin adalah individu yang bertanggung jawab untuk mengubah sistem dan tingkah laku anggota organisasi.
Dalam pelaksanaan pemimpin dapat mengunakan model empat langkah Lewin. Kurt Lewin dan Schein mereka berpendapat bahwa perubahan yang sukses dalam organisasi hendaknya mengikuti empat langkah, (1) keinginan untuk berubah (desire of change), sebelum perubahan terjadi setiap individu harus merasakan suatu kebutuhan, dapat berupa kekurangan-kekurangan dan ketidakpuasan selama ini serta adanya keinginan untuk meningkatkan, (2) pencairan (unfreezing), yang  meliputi memberikan dorongan, membujuk melalui pendekatan-pendekatan dengan mengurangi ancaman-ancaman maupun penolakkan sehingga setiap individu siap untuk berubah, (2) merubah (changging) yang meliputi pemberian perubahan pada setiap individu melalui pembelajaran baru pada sikap mereka, dalam hal ini pekerja diberi informasi baru,model perilaku baru, dan cara baru dalam melihat sesuatu sehingga pekerja belajar dengan sikap baru. dan (3) memantapkan (refreezing) perubahan baru untuk membuat jadi permanen.
Definisi kepemimpinan yang dikemukakan baik Burt, maupun Peter Hernon, pada dasarnya adalah sama, semua poin yang dikemukan Burt juga terdapat dalam poin yang diajukan Peter. Pemimpin yang dapat menganalisa pemanfaatan teknologi merupakan unsur yang amat penting (urgent) dalam kepemimpinan perubahan dan harus diperhitungkan, apalagi bagi kepemimpinan perpustakaan perguruan tinggi yang menuju ke perubahan dalam bidang teknologi informasi. Bagaimana mungkin  seorang pemimpin perpustakaan tidak dapat berperan atau tidak menguasai teknologi informasi. Merujuk pada konsep kepemimpinan di atas, yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah aktivitas/kegiatan atasan dalam mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi dengan aspek-aspek, (1) pimpinan yang memberikan, mengembangkan dan menyebarkan visi (visioner), (2) sebagai komunikator, (3) menjadi agen perubahan (change agent), (4) sebagai pelatih (coach) dan (5)dapat menganalisa pemanfaatan teknologi informasi.
Konsep kepemimpinan berserta indicator-indikator di atas, dikumpulkan dari teori-teori yang dianggap dianggap cocok untuk membawa organisasi pada perubahan, karena untuk suatu perubahan pemimpin harus seorang yang visioner, dan dapat berperan sebagai change agent, dapat mengkomunikasikan perubahan baik ke luar maupun ke dalam organisasi, ia harus menguasai teknologi informasi sehingga ia akan dapat bertindak sebagai pelatih dari bawahannya. Kepemimpinan perubahan akan berhasil apabila ia kuat dan mampu menjalankan perannya seperti yang disebutkan di atas, di samping itu beberapa teori menyatakan bahwa kepemimpinan melalui pimpinannya berpengaruh langsung terhadap perubahan organisasi hal ini sangat mendukung untuk pimpinan tersebut melaksanakan perannya.
Pengaruh Langsung Kepemimpinan terhadap Perubahan Organisasi Pengaruh kepemimpinan terhadap perubahan dinyatakan Hersey (2000: 491) bahwa pemimpin yang berpengaruh, tidak melaksanakan perubahan dalam kondisi fakum, akan tetapi perubahan itu disempurnakan dengan hati-hati melalui penciptaan berbagai bagian. Selanjutnya
Hersey menjelaskan bahwa dengan pertimbangan dan pandangan terhadap faktorfaktor yang mempengaruhi suksesnya perubahan, dampak-dampak positif dapat diusulkan untuk terjadinya perubahan tersebut. Pendapat Anne Maria (1998: 217), “Organizational change is an important topic for manager, because a substantial part of their jobs requires the information and implementation of planned organizational change” pendapat tersebut menunjukkan bahwa perubahan organisasi yang direncanakan menjadi bagian dari tugas seorang pimpinan.
Menurut Gibson (2006: 502) Apabila pada suatu kasus pimpinan melaksanakan perubahan, dia harus mengantisipasi penolakan terhadap perubahan dan mempersiapkan serta mengatasinya. Tentang adanya pengaruh langsung kepemimpinan terhadap perubahan organisasi diperkuat oleh Yulkl (2002: 300-301) bahwa seorang pemimpin dapat berbuat banyak untuk memfasilitasi kesuksesan pelaksanaan perubahan, melalui tindakan politik termasuk menciptakan koalisi, membentuk tim, memilih orang yang tepat untuk diletakkan pada posisi kunci, membuat simbol perubahan, dan memonitor serta mendeteksi persoalan yang harus diperhatikan.
Di sisi lain Daft (2005: 659) menambahkan, bahwa pemimpin dapat mendorong dan mendukung kreatifitas untuk membantu pengikut dan organisasi agar lebih menerima serta siap berubah. Pandangan Peter Hess, tentang pengaruh kepemimpinan terhadap perubahan melalui tanggung jawab pemimpin dalam menggerakkan orang-orang, yaitu “change is leadership respobility. The challenge is to move people beyond their evensiveness and resistance to the point where they view change not as threat but as an opportunity”


BAB III
PENUTUP

Secara sederhana, kita bisa membagi masalah manajemen perubahan menjadi dua pertanyaan utama, yaitu: ‘Perubahan apa yang mesti kita terapkan?’ dan ‘Bagaimana cara kita menerapkannya agar bisa sukses?’ Untuk menjawabnya, kita butuh dua ketrampilan khusus: untuk mendiagnosa kebutuhan perubahan; mengaudit kinerja; mengembangkan visi perbaikan; menggambarkan atau merumuskan strategi baru. Mencapai tujuan perubahan juga butuh ketrampilan untuk menyelesaikan tugas secara tuntas, untuk mendorong aksi.
Perubahan kerap mengganggu dan merusak. Memang mnurut definisinya, perubahan mengusik keadaan ‘status quo’. Kepemimpinan sangatlah penting karena untuk mencapai tujuan perubahan, kita mesti menempatkan analisa dan aksi di atas konsensus, meski ketiganya sama-sama diperlukan. Kita akan membicarakan perpaduan manajerial yang baru ini agar proses perubahan bisa jalan secara efektif. Untuk itu, perlu dikembangkan dua tema utama, yaitu:
1.   Ketrampilan manajerial apa yang dibutuhkan untuk mendorong perubahan organisasi secara efektif?
2.   Perubahan berpotensi mengganggu dan merusak. Bagaimana orang mengalami perubahan dan bagaimana cara membantu mereka mengatasi tekanan dari perubahan?
Agar bisa efektif mengelola perubahan, diperlukan kemampuan untuk menciptakan keterpaduan antara anggota organisasi, sumber daya, gagasan, peluang, dan tuntutan-tuntutan. Manajer butuh ketrampilan seorang konduktor orkestra. Visi penting, dan kreatifitas bahkan lebih penting. Namun, kemampuan menyusun rencana sistematis untuk penyediaan logistik sumber daya, dukungan, pelatihan, dan s.d.m. merupakan inti semua program perubahan.
Karyawan mesti dibujuk dan dipengaruhi, lintas batas antar bagian diseberangi atau bahkan ‘dihapus’, gagasan-gagasan baru mesti diterima, cara kerja baru mesti diadopsi, dan standar baru kinerja dan kualitas mesti dicapai. Politik organisasi juga masalah krusial. Dukungan mesti dimobilisasi, koalisi dibangun serta didukung, oposisi harus diidentifikasikan dan dirangkul. Karyawan perlu dukungan agar mampu mengatasi stres, kecemasan dan ketidakpastian selama proses perubahan. Sebagian tradisi dan aturan dijungkirbalikkan untuk memberi tempat bagi yang baru. Namun demikian, kontinyuitas dan tradisi memberi stabilitas, support, dan makna bagi pekerja dan tidak perlu dihancurkan begitu saja tanpa pertimbangan.
DAFTAR PUSTAKA

Beer, Michael. Breaking the Code of Change, USA: President and Fellow of Harvard College, 2002.
Bishop, Charles H Jr. Making Change Happen one person at a time: assessing change within your organization, New York: AMACOM, 2001.
Bryson, JO. Effective Library and Information Centre Management, England: Gower, 1990.
Caroselli, Marcelene, Leadership Skill for Managers, New York: McGraw-Hill, 2000.
Daff, Richard L, The Leadership Experience. Canada: Thomson, 2005.
--------------------. Management, Chicago: The Dryden Press, 1988.
Davidson, Jeff, Change Management, The Complete Ideal’s Duides, Jakarta : Prenada, 2005.
Gibson, James L at all., Organizations: behavior, structure, Prossesses, Boston: McGraw-Hill, 2006.
Hersey, Paul; Kenneth h.Blanchard; Dewey E.Johnson. Management of Organizational Behavior: utility human resources, New Yersey: Prentice Hall, 1996.
Hussey, D.. E., How to Manage Organisational Change, London : Kogan Page limited, 2000.
Nanus, Burt and Stephen M. Dobbs. Leaders Make Different Strategies for Meeting the Non Profit Challenge, San Francisco: Jossey bass, 1999.
Potts, Rebecca and LaMarsh, Jeanne, Managing for Success, London : Duncan Baird Publishers, 2004.
Spillane, James p. Distributed leadership, San Francisco: Jossey Bass, 2006.
Uyung Sulaksana, Managemen Perubahan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003.
Wibowo, Dr.,S.E.,M.Phil. Managing Change, Pengantar Manajemen Perubahan, Pemahaman Tentang Mengelola Perubahan dalam Manajemen, Bandung : LFABETA, 2006.
-------------------------------. Manajemen Perubahan, Raja Grafindo Persada, Juakarta, 2006.
Winardi, Prof.Dr.J., S.E., Manajemen Perubahan, Prenada Media, Jakarta, 2005.
Yulk, Gay A. alih bahasa Jusuf Udaya. Kepemimpinan dalam Organisasi, Jakarta: Prenhallindo, 1998.